Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICJR: RKUHP Harus Mendukung Reformasi, Bukan Kembali ke Masa Kolonial

Kompas.com - 20/09/2019, 13:25 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati menegaskan, perumusan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) seharusnya mendukung semangat Reformasi, bukan kembali ke warisan kolonial.

Ia menyesalkan, masih ada aturan-aturan yang terkesan sudah usang dan tidak relevan tapi masih termuat dalam RKUHP.

"Kita tidak menolak punya KUHP baru, kita mendukung reformasi KUHP. Tapi yang harus jadi catatan, RKUHP harus mendukung ide Reformasi bukan kembali ke masa kolonial," kata Maidina dalam diskusi di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta, Jumat (20/9/2019).

Baca juga: Dalam RKUHP, Hakim Dapat Tetapkan Sanksi Pemenuhan Kewajiban Adat

Maidina mencontohkan pasal yang mengatur orang yang memelihara unggas.

Aturan itu termuat dalam Pasal 278 dan 279 draf RKUHP. Pasal 278 berbunyi, "Setiap orang yang membiarkan unggas yang diternaknya berjalan di kebun atau tanah yang telah ditaburi benih atau tanaman milik orang lain dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori II".

Kemudian Pasal 279 berbunyi, "Setiap orang yang membiarkan ternaknya berjalan di kebun, tanah perumputan, tanah yang ditaburi benih atau penanaman, atau tanah yang disiapkan untuk ditaburi benih atau ditanami dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori II"

Adapun denda pada kategori II paling banyak sebesar Rp 10 juta.

"Pasal unggas itu peliharaan yang masuk pekarangan orang yang diberi benih, nah itu kalau saya boleh gambarkan itu pasal masih ada d RKUHP, itu kan warisan kolonial Belanda, bunyinya cuma dimodifikasi aja di RKUHP dan dimasukan di situ," katanya.

Baca juga: Pasal Gelandangan di RKUHP Ini Dinilai Bertentangan dengan UUD 1945

Selanjutnya, Maidina juga menyoroti pasal soal gelandangan. Pasal 432 menyatakan, setiap orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I.

Adapun dalam Pasal 49, pidana denda kategori I yakni sebesar Rp 1 juta.

Pasal mengenai gelandangan sebenarnya sudah diatur dalam KUHP sebelum revisi, tetapi dengan ancaman pidana yang berbeda.

Pasal 505 Ayat (1) menyertakan, barangsiapa bergelandangan tanpa mempunyai mata pencarian, diancam karena melakukan pergelandangan dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan.

Kemudian, dalam Pasal 505 ayat (2) diatur, pergelandangan yang dilakukan bersama-sama oleh tiga orang atau lebih, yang masing-masing berumur di atas 16 tahun, diancam dengan pidana kurungan paling lama enam bulan.

"Masuk lagi tuh pasal (soal) gelandangan, yang sebenarnya kalau kita lihat itu udah diserahkan administrasi ke daerah, itu diatur dalam aturan pemda. Jadi konsepnya itu masing-masing daerah administrasinya gimana mereka yang ngatur hal itu," katanya.

Baca juga: Jika RKUHP Disahkan, Relawan Pencegahan Aids/HIV Bisa Dipidana

Dari contoh itu saja, Maidina melihat bahwa perumusan RKUHP tak berbasis pada evaluasi. Seharusnya perumusan RKUHP harus meninjau lebih jauh aspek mana yang masih relevan dan layak diatur dalam RKUHP.

"Harusnya kan mempertimbangkan evaluasi, pasal mana yang masih relevan untuk bangsa Indonesia dan pasal mana yang harus masuk atau enggak dimasukkan di RKUHP. itu kan harusnya dievaluasi," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com