Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam RKUHP, Hakim Dapat Tetapkan Sanksi Pemenuhan Kewajiban Adat

Kompas.com - 20/09/2019, 13:14 WIB
Kristian Erdianto,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi III DPR dan pemerintah telah menyepakati Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dalam rapat kerja pembahasan tingkat I, Rabu (18/9/2019).

Dalam RKUHP yang telah disepakati itu terdapat ketentuan mengenai hukum yang hidup dalam masyarakat atau tindak pidana adat.

Pasal 2 Ayat (1) mengatur bahwa RKUHP tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana, walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam RKUHP.

Kemudian, Pasal 2 Ayat (2) menyatakan, hukum yang hidup dalam masyarakat berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam RKUHP.

Baca juga: Pasal Gelandangan di RKUHP Ini Dinilai Bertentangan dengan UUD 1945

Selain itu, hukum yang hidup dalam masyarakat harus sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hak asasi manusia, dan asas-asas hukum umum yang diakui masyarakat beradab.

Dalam bagian penjelasan RKUHP dinyatakan, hakim dapat menetapkan sanksi berupa "pemenuhan kewajiban adat" setempat yang harus dilaksanakan oleh pelaku tindak pidana.

Kendati demikian dalam RKUHP tidak disebutkan secara spesifik jenis-jenis tindakan dalam hukum adat yang dapat diancam pidana.

Ketentuan ini pun menuai kritik dari organisasi masyarakat sipil.

Peneliti Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menilai ketentuan tindak pidana adat yang tidak diatur secara jelas. justru berpotensi menimbulkan kriminalisasi berlebihan.

"Tidak jelas antara hukum yang hidup di masyarakat dengan hukum adat rentan menimbulkan overkriminalisasi," ujar Erasmus kepada Kompas.com, Rabu (28/8/2019).

Baca juga: Pasal di RKUHP Ini Multitafsir dan Memungkinkan Kriminalisasi

Menurut Erasmus, substansi pasal yang tidak ketat akan memunculkan peraturan daerah (perda) yang diskriminatif.

Di sisi lain, aparat penegak hukum nantinya juga dapat mendefinisikan hukum yang hidup di masyarakat berdasarkan penafsirannya sendiri tanpa batasan yang jelas.

RKUHP memberikan kewenangan bagi polisi dan jaksa untuk menegakkan hukum adat.

Sebab, dalam Pasal 598, setiap orang yang melakukan perbuatan yang menurut hukum yang hidup dalam masyarakat dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang, diancam dengan pidana.

"Akan ada paling tidak 514 KUHP lokal tanpa kejelasan mekanisme evaluasi yang diatur dalam Perda sehingga berpotensi memunculkan perda diskriminatif," kata Erasmus.

Baca juga: Pasal Korupsi di RKUHP Tak Sertakan Pidana Tambahan Uang Pengganti dan Pemufakatan Jahat

Secara terpisah, anggota Panja RKUHP DPR Nasir Djamil menjelaskan, setelah RKUHP disahkan menjadi undang-undang, maka pemerintah akan membuat kompilasi hukum adat dari seluruh daerah.

Pemerintah memiliki waktu selama dua tahun untuk membuat kompilasi hukum adat sebelum RKUHP mulai berlaku.

"Jadi nanti masing-masing daerah itu dibuat semacam Perda, lalu Perda ini akan dikompilasi menjadi hukum adat," ujar Nasir.

"Memang ini butuh biaya besar untuk melakukan penelitian. Nanti pemerintah mungkin bekerjasama dengan daerah-daerah itu melakukan peneltian terhadap hukum adat yang sedang berjalan selama ini," tutur dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

Nasional
Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

Nasional
Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com