Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Pidana: RKUHP Tidak Boleh Mendegradasi Tindak Pidana Korupsi

Kompas.com - 20/09/2019, 06:29 WIB
Devina Halim,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar berpendapat bahwa rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) semestinya mengharmonisasikan unsur pidana berdasarkan perkembangan zaman sekaligus mengakomodasi tindak pidana baru.

"Pengesahan RKUHP di DPR seharusnya tidak melulu dimaknai sebagai upaya dekolonisasi hukum pidana Indonesia," kata Fickar ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (19/9/2019).

"Tetapi juga sebagai bagian dari demokratisasi hukum pidana, konsolidasi dari beberapa ketentuan di luar KUHP, serta adaptasi dan harmonisasi bagi perkembangan peradaban, khususnya yang berdimensi negatif sebagai tindak pidana baru," sambung dia.

Baca juga: Komnas HAM Minta Pengesahan RKUHP Ditunda

Oleh sebab itu, RKUHP tidak boleh menurunkan derajat kejahatan yang sebelumnya dikategorikan sebagai sebuah tindakan luar biasa.

Sebab, hal tersebut akan menghilangkan peran lembaga yang seharusnya menangani kejahatan luar biasa.

"Karena itu RKUHP juga tidak boleh mendegradasi tindak pidana yang bersifat khusus dan extra ordinary crimes menjadi tindak pidana umum, sehingga tidak memerlukan lagi cara penanganan yang luar biasa," ungkap dia.

"Pada gilirannya menghapuskan peran lembaga yang menanganinya seperti, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Dibutuhkan ketentuan pasal yang menyatakan ketentuan UU khusus pidana tetap berlaku," sambung Fickar.

Ia pun mencontohkan pasal 604-607 RKUHP mengenai tindak pidana korupsi.

Baca juga: Lewat Petisi, Aktivis Ini Dorong Jokowi Gagalkan RKUHP

Fickar mengatakan, RKUHP tidak memasukkan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat, dan pidana tambahan berupa biaya pengganti.

"Pemuatan pasal-pasal korupsi tidak boleh menggradasi statusnya sebagai tindak pidana luar biasa dan melemahkan KPK," tutur dia.

Fickar pun mendorong agar pengesahan RKUHP ditunda terlebih dahulu sambil memperbaiki sejumlah pasal yang kontraproduktif.

Diberitakan, DPR menjadwalkan pengesahan RKUHP dalam Rapat Paripurna pada akhir September. Menurut jadwal, Rapat Paripurna DPR akan digelar pada Selasa (24/9/2019).

 

Kompas TV Kondisi kusta yang parah mengakibatkan kerusakan pada kulit dan anggota tubuh lainnya hingga dapat menimbulkan kecacatan pada si penderita. Meski telah sembuh penderita kusta memiliki bekas luka pada tubuhnya.Keadaan fisik ini jadi pemicustigma dan diskriminasi terjadi pada penderita danmantan penderita kusta di masyarakat. Abdul Gofur berhasil membuktikan bahwa menderita kusta dan cacat tak membuatnya terpuruk. ia berhasil bangkit menggantungkan asa menata masa depan. #BERKASKOMPAS #KUSTA
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com