Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim MK Kembali Tegaskan Situng KPU Bukan Hasil Resmi Pemilu

Kompas.com - 12/07/2019, 14:53 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat menjelaskan perihal Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) saat sidang sengketa hasil pemilu legislatif (pileg) ke Kuasa Hukum Partai Bulan Bintang (PBB) Meizaldy Mufti selaku termohon untuk perkara DPRD Provinsi Jambi.

Awalnya, Meizaldy menyebut bahwa ada perbedaan pencatatan perolehan suara antara C1 (formulir penghitungan suara) dengan data Situng. Perbedaan pencatatan ini terjadi di sejumlah TPS di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi.

"Jadi kami berkeyakinan bahwa Situng itu adalah C1 pegangan termohon yang diposting di internet, di webnya (KPU). Jadi logikanya kalau Situng itu yang diposting, maka harusnya sama dengan C1 yang lain," kata Meizaldy kepada Majelis Hakim di ruang sidang Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (12/7/2019).

Baca juga: Gugat Hasil Pileg ke MK, PBB Tuding Ada Settingan Suara di Palembang

Arief lalu menjelaskan bahwa data Situng tidak digunakan untuk menentukan perolehan suara yang sah.

Menurut undang-undang, perolehan suara yang resmi ditentukan dari rekapitulasi suara berjenjang dari daerah ke tingkat pusat.

"Untuk menentukan perolehan suara yang sah baik bagi parpol atau bagi anggota calon legislatif yang dipakai apa menurut undang-undang?" Tanya Arief ke Meizaldy.

"Ya yang C1 yang sudah melalui tahapan-tahapan," Meizaldy menjawab.

Baca juga: Ketika Hakim MK Temukan Typo, Pemungutan Suara Ulang Jadi Pakaian Sipil Lengkap

"Nah, jadi kan yang dipakai yang resmi adalah rekapitulasi atau perhitungan mulai dari TPS sampai rekapitulasi yang dilakukan secara berjenjang," jelas Arief.

Arief menyebut bahwa memang C1 digunakan sebagai dasar KPU memasukan data penghitungan suara ke Situng. Tetapi, dalam perjalanannya, bisa saja terjadi koreksi pada data Situng.

Jika ada perbedaan antara data Situng dengan C1 yang direkap, maka, yang akan akan digunakan adalah data C1, bukan Situng.

Baca juga: Gugat Hasil Pemilu ke MK, Hanura Persoalkan Campur Tangan Ketua RT pada PSU di Palembang

Menurut Arief, seandainya pemohon ingin membandingkan pencatatan penghitungan suara, seharusnya pemohon menyandingkan data C1 yang dimiliki saksi dengan data C1 berhologram yang dimiliki oleh penyelenggara pemilu.

"Kalau dibandingkan dengan Situng yang diupload dengan yang ini (C1) kita lebih percaya pada C1 yang berhologram," tegas Arief.

Kompas TV Ketua tim kuasa hukum Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia, Ali Nurdin memastikan pihaknya siap menjalani sidang sengketa pemilihan legislatif 2019 di Mahkamah Konstitusi. Tim kuasa hukum KPUjuga menyebuttelah berkoordinasi dengan KPU seluruh tingkatan, demi menyiapkan alat bukti yang didatangkan darisemuaprovinsi di Indonesia.<br /> KPU akan berfokus menjawab dalil gugatan terkait kesalahan penghitungan suara oleh KPU yang memengaruhi perolehan kursi.<br /> Sebagai pihak termohon, dalam sidang Sengketa Pileg 2019 di Mahkamah Konstitusi, KPUmemberikankuasa kepada 5 firma hukum untuk menjawab dalil-dalil gugatan pemohon.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com