Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Tolak Curhat Para Koruptor dan Pembelaan Idrus

Kompas.com - 23/04/2019, 14:18 WIB
Abba Gabrillin,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak seluruh materi pleidoi atau nota pembelaan yang disampaikan terdakwa mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham.

Majelis hakim meyakini Idrus terbukti bersalah menerima suap bersama-sama Wakil Ketua Komisi VII DPR saat itu, Eni Maulani Saragih.

Hal itu diungkapkan majelis hakim saat membacakan pertimbangan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (23/4/2019).

Baca juga: Kasus PLTU Riau-1, Idrus Marham Divonis 3 Tahun Penjara

Salah satu yang ditolak hakim adalah materi pleidoi Idrus yang menyebut bahwa proses pengadilan cenderung menghukum, bukan mengadili.

Selain itu, Idrus menyebut persidangan di pengadilan hanya meligitimasi surat dakwaan dan tuntutan jaksa.

Dalam pleidoi, Idrus mengaku mendapat informasi itu dari curhat para terpidana kasus korupsi dan teman-teman dekatnya.

Menurut Idrus, putusan hakim biasanya hanya meng-copy paste tuntutan jaksa, tanpa memperhatikan fakta yang terungkap.

Baca juga: Hakim Nilai Idrus Marham Tak Menikmati Uang Korupsi

"Hakim tidak sependapat, karena dalam membuat putusan, hakim tentu harus berdasarkan bukti yang cukup dan keyakinan hakim," kata hakim anggota Anwar.

Selain itu, menurut hakim Anwar, putusan vonis terhadap terdakwa tidak ditentukan secara sembarangan.

Dalam menghukum seseorang, hakim harus memastikan semua unsur pasal yang didakwakan dapat terbukti.

Baca juga: Dalam Putusan, Hakim Ikut Pertimbangkan Jabatan Idrus Sebagai Menteri Sosial

Jika tidak terbukti dalam persidangan, maka terdakwa harus dinyatakan bebas dari segala tuntutan pidana.

"Putusan hakim itu dipertanggungjawabkan di dunia dan di akhirat," kata hakim Anwar.

Sementara, mengenai surat dakwaan dan tuntutan yang tidak jauh berbeda, menurut hakim, hal itu merupakan hak jaksa penuntut umum untuk membuktikan kesalahan atas perbuatan terdakwa.

"Fungsi jaksa memang semaksimal mungkin membuktikan dakwaan," kata Anwar.

Idrus divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan.

Vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK, yakni lima tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan.

Menurut hakim, Idrus terbukti menerima suap Rp 2,250 miliar. Uang tersebut diberikan oleh pengusaha sekaligus salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo.

Pemberian uang tersebut agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.

Proyek tersebut rencananya akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Prabowo Akui Cita-Citanya Adalah Jadi Presiden: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Prabowo Akui Cita-Citanya Adalah Jadi Presiden: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Tri Suci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Tri Suci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Nasional
Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

Nasional
Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Nasional
Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Nasional
Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com