JAKARTA, KOMPAS.com - Rekan Eks Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi, yakni Sadikin Rusli, dituntut 4 tahun penjara dalam kasus korupsi proyek infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G.
Tuntutan itu dibacakan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Selasa (21/5/2024).
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Sadikin Rusli oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun, dikurangkan sepenuhnya dengan masa penahanan yang telah dijalankan oleh terdakwa dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan di rutan,” ujar tim JPU di ruang sidang, Selasa (21/5/2024).
Baca juga: Kasus BTS 4G, Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Dituntut 5 Tahun Penjara dan Denda Rp 500 Juta
Selain pidana penjara, JPU juga menuntut terdakwa membayar denda Rp 200 juta atau pidana kurungan selama 3 bulan.
Terdakwa Sadikin Rusli diketahui adalah pihak yang menjadi perantara penyerahan uang senilai 2.640.000 dollar AS atau sebesar Rp 40.000.000.000 kepada Achsanul.
Uang tersebut berasal dari pihak Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Achsanul Qosasi sendiri dituntut penjara selama 5 tahun dan denda Rp 500 juta dalam perkara tersebut.
Baca juga: Kongkalikong Oknum BPK Muluskan Proyek Food Estate dalam Kasus SYL, Tol MBZ, dan BTS 4G
Diberitakan sebelumnya, JPU Kejagung RI mendakwa Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi telah menerima uang sebesar 2,6 juta dollar Amerika Serikat (USD) atau setara Rp 40 miliar.
Uang puluhan miliar itu diterima Achsanul untuk mengkondisikan temuan BPK dalam proyek penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 yang dikelola oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
“Menguntungkan terdakwa Achsanul Qosasi sebesar 2.640.000 USD atau sebesar Rp 40.000.000.000,” kata Jaksa KPK dalam sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (7/3/2024).
Baca juga: 3 Eks Anak Buah Johnny Plate Didakwa Rugikan Negara Rp 8 T dalam Kasus BTS 4G
Jaksa menjelaskan, uang itu diterima Achsanul dari Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, Windi Purnama yang bersumber dari Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak.
Galumbang, kata Jaksa, memberikan uang untuk Achsanul berdasarkan perintah dari mantan Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kominfo Anang Achmad Latif.
“Dengan maksud supaya terdakwa Achsanul Qosasi membantu pemeriksaan pekerjaan BTS 4G 2021 yang dilaksanakan oleh Bakti Kominfo supaya mendapatkan hasil Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan tidak menemukan Kerugian negara dalam pelaksanaan Proyek BTS 4G 2021,” papar Jaksa.
Berdasarkan surat dakwaan, Anang disebut memberikan uang ke Achsanul lantaran ketakutan atas Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) Belanja Modal TA 2021 untuk Kementerian Kominfo.
Achsanul pun memanggil Anang untuk ke ruangannya di Kantor BPK Slipi. Di situ, Anang diminta menyiapkan uang Rp 40 miliar.
“Terdakwa Achsanul Qosasi mengatakan ‘tolong siapkan 40 miliar’ sambil menyodorkan kertas yang berisikan tulisan nama penerima dan nomor telepon, terdakwa mengatakan “ini nama dan nomor telepon penerimanya dan kodenya ‘Garuda’”, papar Jaksa
Baca juga: “Kurir Pengantar Uang” di Kasus BTS 4G Divonis 3 Tahun Penjara
Setelahnya, Anang Achmad Latif menelepon Irwan Hermawan dan Windi Purnama untuk menyiapkan Rp 40 miliar yang diberikan kepada seseorang bernama Sadikin Rusli di Hotel Grand Hyatt Jakarta.
“Bahwa alasan Anang Achmad Latif memberikan uang tersebut karena ketakutan apabila permintaan tersebut tidak dipenuhi maka BPK akan memberikan penilaian/temuan yang merugikan proyek BTS 4G seperti kemahalan harga, kelebihan spesifikasi (Over spec), inefisiensi,” papar Jaksa
Atas perbuatannya, Achsanul didakwa melanggar Pasal 12 huruf e, Pasal 5 Ayat 2, Pasal 12 B dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.