JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Kabupaten Bandung Barat disarankan untuk membuat program yang mengedukasi pasangan suami istri untuk mengurangi kasus perceraian. Program semacam ini dinilai lebih baik daripada program "Sekolah Ibu".
Koordinator Seknas Forum Pengada Layanan Bagi Perempuan Korban Kekerasan, Venny Siregar mengatakan para suami juga harus diedukasi. Sebab tak jarang kasus perceraian dipicu dari pihak suami, misalnya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
"Banyak perempuan lebih memilih bercerai jika ada kasus KDRT. Jauh lebih baik jika pemkot meyediakan program konselig suami istri daripada program Sekolah Ibu," ujar Venny ketika dihubungi, Minggu (30/12/2018).
Baca juga: Program Sekolah Ibu di Bandung Barat, Aktivis Nilai Suami Juga Perlu Diedukasi
Menurut Venny, program "Sekolah Ibu" justru terkesan misoginis atau membenci wanita. Kata dia, program ini seolah-olah melindungi perempuan, padahal menyudutkan perempuan jika dikaitkan dengan konteks perceraian.
"Saya mencerna program ini akan membuat kebijakan yang proteksionis, seakan-akan melindungi perempuan, tetapi malah merugikan perempuan," kata dia.
Adapun, program tersebut ramai diperbincangkan setelah informasinya diunggah Wakil Bupati Bandung Barat Hengky Kurniawan lewat instagram. Lewat program ini, Pemkab Bandung Barat mengedukasi para ibu tentang rumah tangga. Ini merupakan upaya Pemkab Bandung Barat untuk mengatasi kasus perceraian di kabupaten tersebut.
Setelah muncul perdebatan, Hengky mengunggah video yang menggambarkan kegiatan program tersebut.
Masih lewat instagram, dia menjelaskan program ini adalah bentuk perhatian pemerintah kepada para ibu. Dia mengatakan program "Sekolah Ibu" terbukti bisa menekan angka perceraian di Kota Bogor.
Pemateri dalam program ini datang dari banyak kalangan seperti profesional, psikolog, dosen, profesor, polwan, sampai wanita karier.
"Tidak ada yang menyalahkan ibu-ibu dalam kasus perceraian. Justru statement itu mucul dari opini netizen," tulis Hengky.