JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekjen PDI Perjuangan Utut Adianto menyatakan, partainya masih menunggu keputusan resmi Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly terkait Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 20 Tahun 2018 yang memuat larangan mantan koruptor menjadi calon anggota legislatif.
"Kalau PKPU, kami masih menunggu Pak Laoly karena PKPU itu berjalan disahkan apabila kalau Pak Laoly menandatanganinya, kan urutannya kan UUD 1945, undang-undang, baru PKPU," kata Utut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/7/2018).
Ia mengaku, partainya tak keberatan dengan PKPU tersebut. Namun, di sisi lain, PKPU tersebut masih berpolemik lantaran dianggap bertentangan dengan Undang-undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Baca juga: Ketua KPU Anggap Sah PKPU Larangan Mantan Koruptor Jadi Caleg
Undang-undang tersebut membolehkan mantan koruptor menjadi caleg sepanjang yang bersangkutan mengumumkan status hukumnya kepada publik.
"Kami tunggu Pak Laoly, ini bukan karena sesama kader PDI-P. Kan Pak Yasonna masih berpendapat lain. Kita tunggu," lanjut dia.
Sebelumnya KPU telah menerbitkan PKPU yang memuat larangan pencalegan mantan koruptor.
KPU mengambil langkah tersebut meskipun Kemenkumham tidak mengundangkan PKPU.
Baca juga: Jokowi Sebut KPU Berwenang Terbitkan Aturan Sendiri
Pasal 240 ayat 1 huruf g UU Pemilu menyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.
Presiden Joko Widodo sebelumnya menegaskan, KPU memiliki wewenang untuk membuat aturan sendiri.
Pernyataan ini terkait KPU yang memberlakukan larangan eks narapidana kasus korupsi dilarang mengikuti pemilihan anggota legislatif, baik di daerah atau pusat.
Baca juga: KPU Berlakukan Larangan Mantan Koruptor Nyaleg, Ini Kata Menkumham
"Undang-undang memberi kewenangan kepada KPU untuk membuat peraturan. Peraturannya ini sudah dibuat KPU," ujar Jokowi di sela kunjungan kerjanya di Provinsi Sulawesi Selatan, Senin (2/7/2018).
Apabila ada pihak yang keberatan atas peraturan KPU tersebut, Presiden Jokowi mengatakan, ada mekanisme hukum yang dapat ditempuh, yakni melalui permohonan uji materi di Mahkamah Agung (MA).
"Kalau ada yang tidak puas dengan peraturan yang ada, silakan ke MA. Gitu saja," lanjut Jokowi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.