"Kalau PKPU, kami masih menunggu Pak Laoly karena PKPU itu berjalan disahkan apabila kalau Pak Laoly menandatanganinya, kan urutannya kan UUD 1945, undang-undang, baru PKPU," kata Utut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/7/2018).
Ia mengaku, partainya tak keberatan dengan PKPU tersebut. Namun, di sisi lain, PKPU tersebut masih berpolemik lantaran dianggap bertentangan dengan Undang-undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Undang-undang tersebut membolehkan mantan koruptor menjadi caleg sepanjang yang bersangkutan mengumumkan status hukumnya kepada publik.
"Kami tunggu Pak Laoly, ini bukan karena sesama kader PDI-P. Kan Pak Yasonna masih berpendapat lain. Kita tunggu," lanjut dia.
Sebelumnya KPU telah menerbitkan PKPU yang memuat larangan pencalegan mantan koruptor.
KPU mengambil langkah tersebut meskipun Kemenkumham tidak mengundangkan PKPU.
Pasal 240 ayat 1 huruf g UU Pemilu menyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.
Presiden Joko Widodo sebelumnya menegaskan, KPU memiliki wewenang untuk membuat aturan sendiri.
Pernyataan ini terkait KPU yang memberlakukan larangan eks narapidana kasus korupsi dilarang mengikuti pemilihan anggota legislatif, baik di daerah atau pusat.
"Undang-undang memberi kewenangan kepada KPU untuk membuat peraturan. Peraturannya ini sudah dibuat KPU," ujar Jokowi di sela kunjungan kerjanya di Provinsi Sulawesi Selatan, Senin (2/7/2018).
Apabila ada pihak yang keberatan atas peraturan KPU tersebut, Presiden Jokowi mengatakan, ada mekanisme hukum yang dapat ditempuh, yakni melalui permohonan uji materi di Mahkamah Agung (MA).
"Kalau ada yang tidak puas dengan peraturan yang ada, silakan ke MA. Gitu saja," lanjut Jokowi
https://nasional.kompas.com/read/2018/07/03/10453781/soal-larangan-eks-koruptor-jadi-caleg-pdi-p-tunggu-keputusan-menkumham