Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan Pidana Khusus dalam RKUHP Dinilai Mengabaikan Perspektif Gender

Kompas.com - 03/06/2018, 18:57 WIB
Abba Gabrillin,
Dian Maharani

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com-Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat menilai, ada persoalan dalam dimasukkannya tindak pidana khusus dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Persoalan yang dimaksud terkait perspektif gender dalam penanganan tindak pidana luar biasa.

Analis Gender LBH Masyarakat Arinta Dea mengatakan, di dalam sistem hukum yang corak patriarki masih dominan seperti Indonesia, penting memiliki R-KUHP yang mengandung unsur pengakuan gender yang kuat.

"Ini berarti hukum Indonesia akan bisa mengakui, melihat dan memahami bahwa keterlibatan perempuan di dalam sebuah tindak pidana khusus mengandung karakteristik yang khusus terjadi karena peran gendernya," ujar Dea dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Minggu (3/6/2018).

Menurut Dea, perempuan merupakan salah satu kelompok rentan yang terdampak atas dimasukkannya rumusan tindak pidana khusus dalam RKUHP. Menurut dia, perempuan seringkali dimanfaatkan dan dieksploitasi untuk terlibat dalam tindak pidana.

Baca juga: Kata Wapres, KPK Sebaiknya Surati DPR, Bukan ke Presiden soal RKUHP

Sebagai contoh, dalam kasus narkotika, perempuan kerap dimanfaatkan untuk menjadi kurir oleh pasangan mereka yang merupakan bagian dari sindikat gelap narkotika.

Komnas Perempuan juga menyatakan, terdapat dugaan kuat adanya unsur perdagangan manusia pada proses rekrutmen perempuan menjadi kurir.

"Dalam kasus terorisme, baru-baru ini kami melihat fenomena perempuan yang melakukan peran aktif sebagai pelaku aksi terorisme. Padahal, sebelumnya perempuan baru sebatas memegang peran pendukung," kata Dea.

Menurut catatan LBH, perempuan yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam tindak pidana umum saja sering mendapat cap buruk karena menyalahi norma yang berlaku di masyarakat.

Keterlibatan perempuan dalam tindak pidana khusus akan memperdalam stigma dan diskriminasi terhadap perempuan. Menurut LBH, rumusan R-KUHP belum menggunakan pendekatan yang sensitif gender dan tidak memperhatikan dimensi gender di dalam terjadinya sebuah tindak pidana.

Baca juga: Jika KUHP Atur Korupsi, KPK Khawatir Kewenangannya Terpangkas

LBH Masyarakat khawatir dimasukkannya tindak pidana khusus dalam R-KUHP akan menghilangkan kemungkinan penegak hukum lebih dalam melihat persoalan khusus perempuan dalam kejahatan luar biasa. Sebab, KUHP adalah legislasi yang bersifat umum.

LBH menyarankan agar tindak pidana khusus tidak dimasukkan dalam R-KUHP. Pemisahan itu dinilai dapat memberikan ruang dan kesempatan bagi negara untuk melihat elemen perempuan dalam tindak pidana dan memberikan perlindungan kepada perempuan yang sesungguhnya menjadi korban.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com