Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Denny Indrayana
Guru Besar Hukum Tata Negara

Advokat Utama INTEGRITY Law Firm; Guru Besar Hukum Tata Negara; Associate Director CILIS, Melbourne University Law School

JK Kembali Menjadi Wapres Jokowi?

Kompas.com - 26/02/2018, 09:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


HALAMAN
dua harian Kompas edisi Senin (26/2/2018) menurunkan berita berjudul “PDI-P Kaji Kembali Jusuf Kalla”.

Inti berita itu adalah PDI-P dalam Rakernasnya di Denpasar, Bali, mendiskusikan kemungkinan memasangkan kembali Joko Widodo (Jokowi) dengan Jusuf Kalla (JK) sebagai pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2019. Aturan UUD 1945 dianggap masih multitafsir dan membuka ruang interpretasi bagi Jusuf Kalla untuk kembali menjabat sebagai wakil presiden (wapres).

Apakah benar demikian? Bagaimana seharusnya soal masa jabatan presiden dan wakil presiden di dalam konstitusi kita dibaca dan diartikan?

Soal kemungkinan Jusuf Kalla kembali menjadi wapres sudah saya dengar beberapa waktu lalu. Seorang rekan di lingkaran Lembaga Kepresidenan menghubungi dan menanyakan pendapat saya terkait aturan masa jabatan kepresidenan, yang mencakup presiden dan wakil presiden.

Saya tegas menjawab, Pak JK tidak bisa lagi menjadi wakil presiden. UUD 1945 jelas membatasi masa jabatan presiden dan wakilnya untuk hanya maksimal dua kali masa jabatan.

(Baca juga: Cari Cawapres Jokowi, PDI-P Utamakan Elektabilitas dan Kecocokan)

Tentu saja pendapat saya bukan karena figur Pak JK, yang meskipun sudah senior masih sehat serta tentu sangat layak untuk berkompetisi dan menjadi wapres kembali.

Ini semata-mata soal ketaatan kita pada aturan dasar bernegara, aturan kita berkonstitusi. Penghormatan terhadap UUD 1945 tidak boleh kita tawar, apalagi terkait masa jabatan presiden dan wakil presiden.

Meskipun tidak hadir dalam Rakernas PDI-P, saya memahami mengapa nama Pak JK muncul sebagai opsi cawapres bagi Jokowi. Pak JK adalah pasangan yang ideal dari banyak sisi.

Beliau terbukti mampu membantu mengangkat elektabilitas Jokowi, utamanya karena pengalamannya sebagai pemimpin yang sudah sangat teruji, representasi luar jawa, dan mewakili aspirasi Islam yang moderat.

Sekali lagi, saya memahami mengapa aspirasi demikian muncul di PDI-P dan memandang persoalan ini bukan dari sosok pribadi Pak JK. Persoalan mendasar yang menyebabkan Pak JK tidak dapat lagi menjadi cawapres adalah karena batasan maksimal dua periode jabatan wapres di dalam konstitusi kita.

Presiden Joko Widodo (kiri) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla berjalan santai keluar dari ruang kerja Wapres, Selasa (6/2/2018) siang. Presiden baru saja bertandang ke Kantor Wapres sekaligus makan siang bersama. Setelah makan siang, beberapa topik seperti upaya peningkatan investasi, peningkatan ekspor, dan persiapan Asian Games dibicarakan.

Kompas/Nina Susilo (INA)
06-02-2018KOMPAS/NINA SUSILO Presiden Joko Widodo (kiri) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla berjalan santai keluar dari ruang kerja Wapres, Selasa (6/2/2018) siang. Presiden baru saja bertandang ke Kantor Wapres sekaligus makan siang bersama. Setelah makan siang, beberapa topik seperti upaya peningkatan investasi, peningkatan ekspor, dan persiapan Asian Games dibicarakan. Kompas/Nina Susilo (INA) 06-02-2018

Pasal 7 UUD 1945 mengatur, “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”.

Seharusnya, kalimat itu dibaca mengatur, satu, masa jabatan presiden adalah lima tahun; dan dua, hanya dapat dipilih kembali untuk jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan alias maksimal dua periode jabatan.

Pandangan yang mengatakan bahwa Pak JK dapat kembali menjadi wapres berargumen bahwa dua kali periode jabatan wapres beliau tidak terjadi berurutan, yaitu pada 2004–2009 dan 2014–2019. Terlebih lagi, periode jabatan itu terjadi dengan pasangan presiden yang berbeda yaitu Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo.

Berpegang pada alasan tidak berurutan dan dengan pasangan presiden yang berbeda demikian, muncullah interpretasi hukum bahwa Pak JK masih dapat menjadi wapres kembali.

Atas pendapat tersebut, saya berbeda pandangan. Tidak ada ketentuan dalam Pasal 7 UUD 1945 itu yang mengatur bahwa maksimal dua periode itu hanya berlaku untuk masa jabatan yang berurutan ataupun hanya jika dengan pasangan presiden yang sama.

Jika demikian pembatasannya, maka rumusannya harus secara tegas mengatur pembolehannya. Yang terjadi justru adalah sebaliknya, sebagaimana akan saya jelaskan di bawah ini.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com