Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK: Permohonan Uji Materi Setya Novanto Terkait UU KPK Tak Relevan

Kompas.com - 21/02/2018, 12:11 WIB
Kristian Erdianto,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan permohonan uji materi yang diajukan mantan Ketua DPR, Setya Novanto, terkait Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) tidak dapat diterima.

Pasal tersebut mengatur mengenai kewenangan KPK memerintahkan instansi terkait pelarangan ke luar negeri dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.

"Pokok permohonan tidak dipertimbangkan. Mahkamah menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," ujar Ketua MK Arief Hidayat dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (21/2/2018).

Baca juga: MK Nyatakan Tak Menerima Uji Materi UU KPK yang Diajukan Setya Novanto

Permohonan Novanto berawal saat KPK mengeluarkan permintaan kepada pihak Imigrasi terkait pencegahan Novanto ke luar negeri pada 10 April 2017 dan 3 Oktober 2017.

Saat itu, Novanto belum berstatus tersangka dan masih menjalani proses penyidikan.

Suasana sidang pembacaan putusan permohonan uji materi yang diajukan oleh Setya Novanto di gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (21/2/2018).KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO Suasana sidang pembacaan putusan permohonan uji materi yang diajukan oleh Setya Novanto di gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (21/2/2018).

Kuasa hukum Novanto, Fredrich Yunadi, menilai, pencegahan seseorang ke luar negeri tanpa penetapan status hukum atas suatu tindak pidana telah menghilangkan hak dan kebebasan warga negara.

Dalam pertimbangan hukumnya, MK berpendapat bahwa Novanto dapat mendalilkan permohonan tersebut dengan anggapan telah mengalami kerugian konstitusional.

Namun, menurut MK, Novanto telah kehilangan relevansinya untuk mempermasalahkan adanya anggapan telah mengalami kerugian konstitusional.

Baca juga: KPK: Wewenang Usut Korupsi Pihak Swasta Tak Perlu Sampai Revisi UU KPK

Alasannya, permohonan tersebut diajukan setelah status Novanto telah menjadi tersangka.

"Mahkamah membaca dengan cermat permohonan a quo ternyata permohonan Pemohon diajukan setelah status Pemohon menjadi tersangka, bahkan saat ini telah berstatus menjadi terdakwa yang sedang menjalani sidang pada Pengadilan Tipikor Jakarta," kata Hakim Suhartoyo saat membacakan pertimbangan hukum.

"Mahkamah berpendapat Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum selaku Pemohon dalam permohonan pengujian Undang-Undang a quo," ujar Suhartoyo.

Kompas TV Menurut tim pembela advokasi, laporan ini sebagai tindak lanjut laporan SBY kepada Firman Wijaya yang dilayangkan pekan lalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com