Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Indonesia Berada di Bawah Bayang-bayang Penyiksaan..."

Kompas.com - 25/01/2018, 19:01 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus penyiksaan di Indonesia masih marak terjadi saat ini. Namun, tidak semuanya terungkap. Korban diam, pelaku pun semakin leluasa. Maka pantas jika menyebut Indonesia berada di bawah bayang-bayang praktik penyiksaan.

Data yang dihimpun Elsam sepanjang Januari hingga September 2017, terdapat 27 peristiwa penyiksaan di Indonesia. Korbannya berjumlah 43 orang.

"Dari 43 korban dan 27 peristiwa penyiksaan, 13 korban meninggal dunia. Sisanya luka-luka hingga trauma psikologis," ujar Deputi Riset ELSAM Wahyudi Djafar dalam konferensi pers di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (25/1/2018).

Sulawesi Selatan merupakan provinsi paling banyak terjadi peristiwa penyiksaan, yakni lima kasus. Selanjutnya, DKI Jakarta dan Nusa Tenggara Timur masing-masing empat kasus.

Adapun Papua, Riau dan Sumatera Utara masing-masing dua kasus. Sedangkan Jawa Tengah, Jawa Timur, Aceh, Sulawesi Tengah, Banten, Maluku, Sulawesi Barat, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan dan Bali masing-masing satu kasus.

(Baca juga: Kontras: Dalam Tujuh Tahun, Kasus Penyiksaan oleh Aparat Meningkat)

Ironisnya, profesi yang paling banyak melakukan penyiksaan, menurut Elsam, adalah oknum polisi. Kemudian, oknum TNI dan oknum sipir penjara, termasuk kepala sipir sendiri.

"Penyiksaan dilakukan dengan media kejut listrik, balsem, gagang pistol, potongan selang, gelondongan kayu, pipa, mistar, lelehan plastik dan tali," ujar Wahyudi.

Fenomena gunung es

Wahyudi menambahkan, peristiwa ini merupakan fenomena gunung es. Sebab, diduga masih banyak lagi tindakan penyiksaan yang tidak terpublikasi media massa.

Korban menjadi semakin sulit mendapatkan keadilan, pelaku pun tidak mendapatkan hukuman yang setimpal. Fenomena tersebut dinilai Wahyudi menyiratkan negara yang tidak mampu melindungi seluruh warganya.

"Indonesia masih tetap berada di bawah bayang-bayang praktik penyiksaan. Karena faktor-faktor definisi penyiksaan dalam KUHP belum dijelaskan memadai, ancaman pidana yang masih ringan dan terdapat ketentuan daluarsa dalam tindak pidana penyiksaan," ujar Wahyudi.

Pemerintah sampai saat ini juga masih belum meratifikasi Optional Protokol Konvensi Menentang Penyiksaan. Padahal protokol tersebut mengatur tentang aturan teknis tentang pencegahan penyiksaan di tempat-tempat penahanan.

(Baca juga: LBH: 37 Laporan Kasus Penyiksaan oleh Polisi Tak Pernah Diproses Hukum)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com