JAKARTA, KOMPAS.com – Kepolisian RI (Polri) dinilai terburu-buru dalam mengusulkan Detasemen Khusus (Densus) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Menurut Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto, tidak ada naskah akademis ataupun kajian filosofis yang menjadi dasar pembentukan Densus Tipikor.
“Menurut kami, harusnya ketika mau menyusun sebuah lembaga yang begitu penting seperti ini, harusnya ada catatan naskah akademik, bahkan melibatkan partisipasi publik terlebih dahulu, bagaimana respons masyarakat,” kata Agus, di Jakarta, Jumat (20/10/2017).
Selain itu, momentum pembentukan Densus Tipikor dinilainya tidak pas di tengah situasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendapat serangan dari berbagai arah.
Baca juga: "Hanya Duplikat KPK, Densus Tipikor Polri Tak Akan Efektif"
Lebih lanjut Agus mengatakan, dikhawatirkan pembentukan Densus Tipikor ini justru dimanfaatkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai instrumen untuk mendorong pembubaran KPK.
“Dan itu kelihatan dari pernyataan sejumlah anggota DPR yang menyebut, ketika ada Densus Tipikor lebih baik KPK dibubarkan,” kata dia.
Agus menyebutkan, ketika dasar hukum pembentukan Densus Tipikor hanya sebatas Surat Keputusan Kapolri, maka akan sangat rentan untuk dibubarkan dengan serta-merta. Apalagi, sambungnya, kultur di kepolisian rentan diintervensi.
“Sehingga kami bersikap, lebih baik itu dipikir ulang. Tidak perlu dilanjutkan. Apalagi momentumnya tidak pas, dan membutuhkan dana yang begitu besar,” kata Agus.
“Dan kelihatan betul sebenarnya di kalangan pemerintah sendiri ini belum clear, belum ada pembahasan. Jadi hanya kepolisian saja,” tambah dia.