Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekjen Demokrat Pantau Sidang Korupsi E-KTP di Pengadilan Tipikor

Kompas.com - 09/03/2017, 10:23 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan terlihat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2017).

Awalnya, ia mengaku kedatangannya untuk membela pers yang dilarang menyiarkan sidang kasus e-KTP secara "live".

"Saya kecewa berat larangan itu, karena ini kasus korupsi melibatkan banyak pihak, dan itu untuk publik," ujar Hinca, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis.

Menurut dia, pengadilan melanggar Undang-Undang Pers, tepatnya Pasal 4 ayat 2 yang melarang dan menghambat kegiatan peliputan.

Hinca mencontohkan, kasus pembunuhan Mirna Salihin dengan terpidana Jessica Kumala Wongso yang disiarkan secara live dan bisa disaksikan publik.

"Yang dilarang adalah sidang asusila, anak-anak di bawah umur. Jessica saja kau buka, ada tidak untungnya buat kita?" kata Hinca.

(Baca: Kasus E-KTP Libatkan Nama Besar, KPK Harap Tak Ada Guncangan Politik)

Saat ditanya mengenai sejumlah nama yang tercantum dalam dakwaan, Hinca enggan berkomentar.

Ia akan menanggapi jika dakwaan sudah selesai dibacakan jaksa penuntut umum.

"Selesai dibuka, baru ngomong substansinya. Saya datang mau dengarkan langsung dulu," kata Hinca.

Ia menilai, kasus ini akan menjadi sorotan publik karena sejumlah anggota DPR periode lalu turut disebut dalam kasus ini.

"Jika benar info yang beredar itu, maka ini termasuk sangat dahsyat, baik jumlahnya maupun cara yang dilakukan secara masif dan kolektif. Bersama sama," kata Hinca.

HInca mengaku, berdasarkan informasi yang diperolehnya, selain nama-nama yang selama ini disebut, ada nama-nama baru yang diduga terlibat.

"Dari situ terjadi guncangan politik. Siapa orang itu, kita belum tahu, kan belum dibacakan," kata Hinca.

Agenda sidang perdana yakni pembacaan surat dakwaan oleh jaksa penuntut umum. Tebalnya sekitar 120 halaman.

Dua orang yang akan duduk di kursi terdakwa, yakni Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman.

Kasus korupsi e-KTP menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun.

Diduga, ada sejumlah nama, termasuk anggota DPR RI periode lalu, yang disebut dalam dakwaan. Hari ini, fakta tersebut akan terungkap dalam persidangan.

Kompas TV Sejak awal pekan ini, Anda para pengguna media sosial mungkin mendapatkan pesan berantai tetang dokumen yang diduga surat dakwaan sidang kasus dugaan korupsi proyek E-KTP. Kami sengaja tidak memperjelas tulisan yang diberi garis warna, karena belum ada konfirmasi resmi tentang kebenarannya. Meski demikian, dugaan korupsi berjamaah anggota DPR periode 2009 2014 pada proyek E-KTP semakin mencuat, karena KPK telah memeriksa para politisi baik yang masih aktif di DPR maupun tidak. Diantaranya, ada Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Ketua DPR Setya Novanto, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Sementara itu, juru bicara KPK Febri Diansyah meminta semua pihak untuk menunggu pembacaan surat dakwaan di persidangan, Kamis (9/3), terkait nama-nama politisi DPR yang beredar di media sosial.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Nasional
Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum 'Move On'

Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum "Move On"

Nasional
Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Nasional
Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Nasional
Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

Nasional
Tepati Janji, Jokowi Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas Sulbar

Tepati Janji, Jokowi Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas Sulbar

Nasional
Konsumsi Avtur Naik 10 Persen Selama Ramadhan dan Idul Fitri 2024

Konsumsi Avtur Naik 10 Persen Selama Ramadhan dan Idul Fitri 2024

Nasional
Kekuatan Koalisi Vs Oposisi jika PDI-P dan PKS Tak Merapat ke Prabowo-Gibran

Kekuatan Koalisi Vs Oposisi jika PDI-P dan PKS Tak Merapat ke Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra Sebut Sudah Komunikasi dengan Puan

Soal Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra Sebut Sudah Komunikasi dengan Puan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com