JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Yudisial (KY) berharap agar kewenangan soal penyadapan dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang KY dapat dijalankan.
Hal itu agar dapat menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari mengatakan, pihaknya sedang berupaya membangun kerja sama dengan Kepolisian terkait kewenangan tersebut.
"Sekarang kita (KY) coba kerja sama bikin MoU agar bisa dapat (menjalankan) kewenangan menyadap," ujar Aidul usai diskusi 'Optimalisasi Wewenang KY dalam Wujudkan Hakim Berintergeritas' di Jakarta, Kamis (13/10/2016).
Dalam Pasal 20 UU KY diatur "dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat, serta perilaku hakim, Komisi Yudisial dapat meminta bantuan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan dalam hal adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim oleh Hakim."
Ayat lain diatur "aparat penegak hukum wajib menindaklanjuti permintaan Komisi Yudisial."
Aidul mengatakan, kepolisian tidak pernah mengizinkan KY menjalankan kewenangan tersebut dengan dalih KY bukan penegak hukum.
"Sebenarnya ini sudah ada di UU KY, tapi kepolisian selalu berdalih bahwa KY ini bukan penegak hukum. Tapi kemarin kita sudah ketemu dengan Kapolri, Kepolisian sudah bersedia," ucap Aidul.
Saat ini, lanjut Aidul, KY banyak menemukan dugaan pelanggaran kode etik. Hanya, KY kesulitan menemukan petunjuk awal dalam penelusuran dugaan tersebut.
"Banyak kasus kita sudah menduga ada pelanggaran kode etik termasuk pelanggaran hukum. Tapi karena tidak ada instrumen penyadapan, kita kesulitan menemukan alat bukti," tutur Aidul.
Untuk itu, tambah Aidul, penyadapan diperlukan KY dalam menelusuri dugaan pelanggaran etik sebagai petunjuk awal.
"Memang nantinya hasil penyadapan ini hanya menjadi petunjuk awal. Sebenarnya kita ingin memperkuat penyadapan ini," kata dia.