JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Informasi Pusat (KIP) kembali menggelar sidang sengketa informasi publik antara Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dengan Kementerian Sekretariat Negara, Senin (10/10/2016).
Sidang yang berlangsung di lantai 5 Gedung Graha PPI, Jakata Pusat ini dimohonkan Kontras agar pemerintah mempublikasikan laporan tim pencari fakta (TPF) kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib.
Adapun agenda sidang kali ini adalah pembacaan putusan hakim.
Pegiat hak asasi manusia (HAM) sekaligus mantan anggota TPF, Usman Hamid mengatakan, sidang putusan ini menjadi cermin keseriusan pemerintah dalam menyelesaikan kasus kematian Munir.
"Sidang menguji ketegasan seorang presiden di masa lalu dan presiden era sekarang, yakni Joko Widodo (Jokowi)," ujar Usman di Graha PPI, Jakarta Pusat, Senin.
Menurut Usman, selama ini pemerintah enggan menerima risiko atau konsekuensi dari hasil laporan TPF yang sudah dibentuk.
Maka dari itu, lanjut dia, melalui sidang putusan ini keseriusan pemerintah akan diuji.
"Jadi masyarakat akan lihat sejauh mana melihat perjuangan Suciwati (istri Munir) yang kehilangan suaminya untuk meminta Presiden lebih tegas dalam menerima konsekuensi ketika memutuskan tim TPF," kata dia.
Sedianya, sidang akan dilangsungkan pada pukul 13.00 WIB. Namun, hingga pukul 14.20 WIB, sidang belum dimulai. S
idang ini juga dihadiri oleh Istri Munir, yakni Suciwati, dan sejumlah aktivis Kontras. Selain itu, hadir serta Maria Katarina Sumarsih, ibunda BR Norma Irawan atau Wawan seorang aktivis yang tewas dalam tragedi Semanggi I, November 1998 silam.
Persidangan sebelumnya, Senin (19/9/2016), Kemensetneg yang diwakilkan oleh Kepala Bidang Pengelolaan Informasi Publik Humas Kemensesneg Faisal Fahmi, menyatakan bahwa mereka tidak pernah menerima hasil laporan TPF Munir sepanjang 2005.
Faisal mengaku sudah menyerahkan salinan buku agenda keluar masuk surat di Kemensetneg pada 2005. Namun, tak ada satu pun surat terkait dengan TPF Munir.
Dia menduga laporan tim TPF Munir bisa saja langsung diberikan kepada pejabat terkait seperti menteri atau pun presiden.
"Jadi (bisa saja) diberikan ke pembantunya, menteri," ujar Fahmi. (Baca: Di Sidang KIP, Setneg Nyatakan Tak Pernah Terima Laporan TPF Munir)