JAKARTA, KOMPAS.com - Pilkada DKI Jakarta 2017 memasuki tahapan pencalonan. Tiga bakal calon sudah ditentukan.
Meski tiga bakal calon belum tentu lolos, tapi situasi politik di lapangan sudah mulai panas.
Saat ini marak kader yang membelot dari putusan partai. Mereka tak setuju terhadap putusan partainya terkait sosok calon gubernur yang diusung.
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Zaenal A Budiyono mengatakan, fenomena tersebut mengindikasikan belum berjalannya mekanisme partai dalam penentuan calon yang akan diusung.
"Proses penentuan dan penetapan kandidat mungkin tidak memenuhi tahapan-tahapan sebagaimana yang ada di AD/ART ataupun aturan partai lainnya," ujar Zaenal ketika dihubungi, Selasa (27/9/2016).
Zaenal menilai tidak berjalannya mekanisme penetapan kandidat terjadi hampir di semua partai.
Pasalnya, banyak partai di Indonesia menerapkan sistem oligarki, sehingga keputusan penetapan kandidat hanya dilakukan segelintir elite politik.
"Itu fenomena umum hampir semua partai di Indonesia. Artinya belum ada partai modern sebagaimana yang kita harapkan di iklim demokrasi," tambah Zaenal.
Selain itu, Zaenal juga menganggap pembelotan disebabkan karena kurangnya doktrin ideologi yang dilakukan kepada kader partai.
Padahal, doktrin ideologi partai seharusnya dilakukan agar kader partai dapat memahami dan taat terhadap kebijakan partai.
"Institusionalisasi organisasi ini penting karena partai beda dengan organisasi biasa. Partai punya ideologi pengikat dan tujuan bersama. Mungkin ini di banyak partai belum terlembaga," kata Zaenal.
Zaenal menuturkan, fenomena pembelotan dapat mencederai demokrasi Indonesia. Musababnya, partai hingga kini masih belum mampu menjalankan fungsinya dalam pendidikan politik.
Atas dasar itu, Zaenal meminta partai mampu menegakkan aturan dan tahapan organisasi agar tidak terjadi pembelotan kader.
"Bagi partai sendiri ini pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan. Jawabannya semua sudah tahu. Kembali ke aturan main dan jalankan tahapan-tahapan organisasi, khususnya pengkaderan," ucap Zaenal.
Sejumlah kader partai politik memilih untuk membelot lantaran berbeda pendapat dengan keputusan partai terkait sosok yang dicalonkan di Pilkada DKI Jakarta 2017.