Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AKBP PN Disangka Memeras atau Menerima Suap?

Kompas.com - 11/08/2015, 18:40 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus yang menjerat perwira menengah Direktorat Tindak Pidana Narkotika Badan Reserse Kriminal Polri, AKBP PN, masih mengundang tanya. PN disangka memeras atau menerima suap ketika menangani kasus narkotika?

Kepala Subdirektorat II Dittipikor Bareskrim Polri Kombes Djoko Purwanto, yang menangani perkara PN mengatakan, penyidiknya menetapkan pasal sesuai dengan alat bukti yang didapat.

PN dikenakan pasal pemerasan oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, yakni Pasal 12 huruf e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Intinya kami melihat unsur pemaksaannya atau pemerasannya lebih kuat dibandingkan suap menyuap," ujar Djoko saat ditemui di ruangannya di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (11/8/2015).

Penyidik melihat, ketika PN menangkap pengusaha atas dugaan kepemilikan narkoba, PN kemudian membawanya ke salah satu hotel. (baca: Polri: Sidang Kode Etik AKBP PN Setelah Ada Putusan Pengadilan Umum)

"Begitu pengusaha itu dibawa, dia sudah tidak memiliki upaya apa-apa lagi. PN berkuasa penuh atas dia hingga proses meminta uang itu terjadi," ujar Djoko.

Artinya, kata Djoko, PN telah melakukan intimidasi terlebih dahulu kepada pengusaha itu supaya 'menyerah' dan akhirnya bersedia memenuhi permintaan PN terkait uang penyelesaian perkara.

Terlebih lagi, lanjut Djoko, PN tidak dapat menunjukkan berita acara pemeriksaan (BAP) pengusaha tersebut kepada penyidik. Padahal, PN mengaku telah memeriksa pengusaha tersebut.

"Berarti isi kepala orang itu (PN), ya hanya transaksional saja. Ditangkap, dibawa lalu dimintai uang. Saya tanya (ke PN) mana dokumen pemeriksaannya, dia menjawab tidak ada," ujar Djoko.

PN adalah Kepala Tim III Subdirektorat IV Tindak Pidana Narkorika Bareskrim Polri. Dia ditangkap Propam Polri atas kasus pemerasan pengusaha tempat hiburan malam di Bandung. (baca: Kasus AKBP PN, Belum Ada Bukti Keterlibatan Perwira Tinggi Polri)

Awalnya, PN menemukan narkoba di tempat pengusaha berinisial JK. Kemudian, PN dan timnya menawarkan JK agar kasus itu tak dilanjutkan asal memberikan Rp 5 miliar. JK pun hanya menyanggupi 80.000 dollar AS dan empat kilogram emas. Setelah PN mendapatkan uang itu, JK dilepas dan tak diproses hukum.

Anak buah PN lalu mendapat jatah. Kompol S, Aiptu AH, Bripka G dan Brigadir KH masing-masing mendapatkan jatah 100 gram emas dan uang 10.000 dollar AS. Informan PN sekaligus kurir berinisial S alias Po mendapat bagian yang sama. Sisanya, dipegang oleh PN sendiri. (baca: Belum Ada Bukti Terima Hasil Pemerasan, 4 Anak Buah AKBP PN Masih Saksi)

Saat ini PN ditahan di Rutan Bareskrim. Selain pasal pemerasan, PN juga disangka Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dengan Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dengan Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com