Kegaduhan politik di parlemen antara dua koalisi turut mengawali perjalanan Jokowi-JK dalam memimpin negeri. Kegaduhan tak hanya datang dari Senayan, terkadang juga datang dari Istana. Beberapa kali, keputusan Jokowi membuat publik mengernyitkan dahi. Orang-orang pilihannya di sejumlah posisi strategis di luar prediksi. Janji tidak adanya bagi-bagi kursi yang diusung Jokowi saat pemilihan presiden lalu seakan seperti tak pernah terlontar. Pada akhirnya, Jokowi memang tak bisa melepaskan diri dari pragmatisme politik.
Siapa saja orang pilihan Jokowi yang memicu kontroversi?
1. Pilihan menteri di Kabinet Kerja
Sejak dilantik pada 20 Oktober, Jokowi bersama Jusuf Kalla langsung "tancap gas" melakukan seleksi menteri. Proses yang dilakukan Jokowi-JK menjaring menteri menarik perhatian dan apresiasi publik. Jokowi melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam memilih para pembantunya.
Namun, bagai buah simalakama, pelibatan KPK dan PPATK justru yang membuat Jokowi pusing tujuh keliling. Pasalnya, KPK "menstabilo merah" sejumlah nama karena dinilai berpotensi terlibat dalam perkara hukum. Berhari-hari Jokowi tak meninggalkan Istana. Ia memilih berdiam diri. Pada saat yang sama, tekanan politik dari partai-partai koalisi yang menuntut "bagian" tak terelakkan.
Tamu-tamu penting kemudian silih berganti mendatangi Istana. Tujuannya tentu terkait nama-nama menteri itu. Mereka yang terlihat menyambangi Istana kala itu, di antaranya, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar.
Setelah tarik ulur cukup lama, pada 26 Oktober 2014, Jokowi bersama JK memutuskan mengumumkan susunan kabinet yang disebutnya Kabinet Kerja di halaman tengah Istana. Suasana pengumuman bisa dibilang sangat cair dan santai. Para menteri diwajibkan mengenakan kemeja berwarna putih yang menjadi ciri khas Jokowi saat datang ke Istana. Kemeja putih ini dipilih Jokowi sebagai simbol kerja.
Sejumlah nama juga sempat menuai tanda tanya karena dianggap tidak sesuai kompetensinya, misalnya Puan Maharani, yang merupakan anak dari Megawati Soekarnoputri. Puan yang selama ini aktif di Dewan Perwakilan Rakyat dianggap tidak cakap menjadi Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK).
Ada pula yang mempertanyakan kompetensi Siti Nurbaya, politisi Partai Nasdem, yang didaulat sebagai Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Siti selama ini dikenal sebagai pegawai negeri sipil karier yang sempat menjadi Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri dan Sekjen Dewan Perwakilan Daerah.
Keraguan juga sempat disematkan kepada Saleh Husin, politisi Partai Hanura, yang ditempatkan sebagai Menteri Perindustrian. Saat itu, banyak pengamat yang menilai posisi Menteri Perindustrian seharusnya dijabat pengusaha Rachmat Gobel yang justru menjadi Menteri Perdagangan.
Meski menuai kritik, Kabinet Kerja tetap dilantik pada 27 Oktober. Pada hari yang sama, semua menteri menghadiri sidang kabinet paripurna perdana. Hingga 100 hari ini, beberapa menteri ada yang terlihat menonjol dengan kebijakan-kebijakan inovatif, ada pula yang masih "adem ayem".
2. Jaksa agung
Selesai dengan kontroversi seleksi menteri, Jokowi harus dihadapkan pada pemilihan jaksa agung yang selama ini dijabat oleh pelaksana tugas. Kejaksaan harus memiliki pemimpin yang definitif demi memperlancar penegakan hukum. Sejumlah nama mencuat ke publik sebagai calon jaksa agung, seperti mantan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen HM Prasetyo yang juga politisi Partai Nasdem, mantan Kepala PPATK Yunus Husein, hingga Kepala PPATK M Yusuf.