Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nunun Nurbaeti Buat Surat Terbuka untuk SBY dan Jokowi, Apa Isinya?

Kompas.com - 02/09/2014, 19:21 WIB
Fathur Rochman

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan terpidana kasus suap, Nunun Nurbaeti, membuat surat terbuka untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan presiden terpilih Joko Widodo. Nunun adalah mantan terpidana kasus suap sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat 1999-2004 terkait pemenangan Miranda S Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004.

Dalam surat terbukanya, Nunun menyatakan merasa diperlakukan tidak adil atas keberadaan PP no. 99 Tahun 2012 tentang Pengetatan Pemberian Hak Remisi, Asimilasi dan Bebas Bersyarat kepada narapidana kasus terorisme, narkotika, korupsi, dan kejahatan HAM berat serta kejahatan transaksional terorganisasi. PP tersebut dianggap tebang pilih dan menimbulkan diksriminasi terhadap narapidana.

Surat terbuka itu disampaikan Nunun melalui pengacaranya, Ina Rachman. 

"Memberi masukan kepada Presiden SBY serta presiden terpilih Joko Widodo agar di masa yang akan datang tidak mudah untuk membuat suatu peraturan yang dapat menimbukan katidakadilan dalam penerapan suatu hukum yang dapat menyakitkan hati orang yang merasakannya," demikian sepenggal surat terbuka Nunun yang dibacakan kuasa hukumnya, Ina Rachman, saat menggelar jumpa pers di sebuah rumah makan di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (2/9/2014).

Salah satu contoh ketidakadilan itu, kata Ina, dengan diberikannya pembebasan bersyarat kepada terpidana kasus suap Bupati Buol, Siti Hartati Murdaya. Hartati hanya menjalani hukuman selama 1 tahun 10 bulan, dari putusan pidana penjara selama 2 tahun 8 bulan. (Baca: Kemenkum dan HAM: Pembebasan Bersyarat Hartati Sesuai Prosedur)

Sementara, Nunun yang juga divonis karena kasus penyuapan, harus menjalani masa hukuman penuh selama 2 tahun 6 bulan.

Selain itu, lanjut Ina, disebutkan bahwa PP No. 99 Tahun 2012, diberlakukan bagi narapidana yang putusan pidananya telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) setelah 12 November 2012.

"Jika memperhatikan waktu inkracht keduanya, maka Nunun yang inkracht pada 21 November 2013 dan Hartati yang inkracht pada 24 April 2013 terkena PP 99 tahun 2012," kata Ina.

Ina mengatakan, Nunun juga seharusnya mendapatkan hak yang sama ketika alasan pemberian pembebasan bersyarat bagi Hartati karena yang bersangkutan telah menjalani 2/3 masa tahanan dan membayar denda sebesar Rp 150 juta. Menurut dia, Nunun juga telah melakukan hal yang sama.

"Dari gambaran tersebut di atas, secara jelas ada perbedaan atau diskriminasi dalam penerapan hukum," ujar Ina.

Melalui surat terbukanya tersebut, Nunun meminta kepada SBY mau pun Jokowi untuk mencabut PP No. 99 Tahun 2012 karena banyak menimbulkan salah tafsir di antara para penegak hukum. Salah tafsir yang dimaksud di antaranya tentang pengertian saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator), mau pun subyektifitas dalam pemberian rekomendasi dari para penyidik Polri.

"Tidak usah merasa bersalah untuk mencabut kembali PP No.99 Tahun 2012 yang penuh ketidakadilan itu," ujar Ina saat membacakan lanjutan surat terbuka Nunun.

Nunun telah menyelesaikan masa hukuman 2,5 tahun penjara dan bebas pada pertengahan Juni 2014 lalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Nasional
Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum 'Move On'

Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum "Move On"

Nasional
Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Nasional
Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com