Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nunun Tidak Jadi Bayar Rp 1 Miliar

Kompas.com - 22/08/2012, 15:28 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Terpidana kasus suap cek perjalanan, Nunun Nurbaeti, tidak jadi membayar Rp 1 miliar ke negara. Upaya banding jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, yang salah satu poinnya meminta uang Rp 1 miliar Nunun disita negara, tidak dikabulkan majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta (PT DKI Jakarta).

"Dalam memori bandingnya, KPK meminta kepada majelis hakim banding agar klien kami (Nunun) membayar Rp 1 miliar kepada negara. Akan tetapi, majelis hakim tingkat banding tidak mengabulkan sehingga klien kami tidak diwajibkan membayar Rp 1 miliar," kata salah satu pengacara Nunun, Ina Rachman, melalui pesan singkat yang diterima Kompas.com, Selasa (22/8/2012).

Putusan majelis hakim PT DKI Jakarta bernomor 33/PID/TPK/2012/PT.DKI yang dikeluarkan pada 26 Juli 2012 itu menguatkan putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Pada tahap pertama di Pengadilan Tipikor Jakarta, Nunun divonis dua tahun enam bulan penjara ditambah Rp 150 juta subsider tiga bulan kurungan.

Dia dianggap terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan memberi suap ke sejumlah anggota DPR periode 1999-2004 terkait pemenangan Miranda S Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004. Majelis hakim tipikor juga memutuskan bahwa uang Rp 1 miliar yang diperoleh Nunun Nurbaeti dari pencairan 20 lembar cek perjalanan tidak disita negara.

Menurut majelis hakim, penyitaan uang itu tidak tepat karena posisi Nunun dalam kasus suap cek perjalanan ini adalah sebagai pemberi suap. Uang hasil pencairan cek senilai Rp 1 miliar itu selayaknya berada dalam penguasaan Nunun selaku pemberi cek perjalanan.

Ina mengatakan, pihaknya menghormati putusan banding yang diterbitkan PT DKI Jakarta tersebut. Menurutnya, putusan ini sekaligus membuktikan kalau dakwaan jaksa KPK atas perkara kliennya itu mengada-ada.

"Ibu NN (Nunun Nurbaeti) dituduh pemberi suap dalam kasus cek perjalanan ini. Sekarang yang harus mengembalikan uang itu adalah penerima suap. Itu artinya penerapan pasal tuntutan JPU (jaksa penuntut umum) aneh dan mengada-ada," ujarnya.

Sekarang, kata Ina, Nunun tinggal menghitung waktu menunggu kepulangannya dari tahanan.

"Beliau sudah menjalani delapan bulan di rutan (rumah tahanan)," ungkap Ina.

Ditambahkan Ina, kliennya dalam kondisi sehat selama menjalani masa tahanan di Rumah Tahanan Pondok Bambu. Bahkan, katanya, Nunun bisa berpuasa dan ber-Lebaran di rutan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com