Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Era Sandal Jepit

Kompas.com - 14/01/2012, 08:21 WIB
Bakdi Soemanto

KOMPAS.com - Peristiwa bocah yang dituduh mencuri sandal jepit seorang polisi disidang -akhirnya bocah itu dinyatakan bersalah karena terbukti melanggar beberapa pasal KUHP- berkembang menjadi wacana yang hiruk-pikuk.

Hampir setiap orang tahu, keputusan hakim dinilai tidak adil. Ini yang menarik. Pernyataan opini publik itu sebenarnya bukan sekadar suatu produk mulut yang asal terbuka: dalam bahasa Jawa kasar disebut asal jeplak.

Pandangan kurang menghargai opini di media massa semacam itu sering terdengar di forum bergengsi, seperti yang dimoderatori oleh Bang Oné dalam acara TV One. Kata-kata yang mengungkap bahwa opini publik yang dilansir media massa tak bisa dipercaya dan diucapkan oleh pengacara bisa dipahami sebab mereka membela para koruptor dan dibayar sangat tinggi.

Pandangan opini publik di koran, televisi, dan radio mereka pandang tak pantas dipertimbangkan. Hanya hasil persidangan formal yang tepercaya. Dalam jagat akademik, data dan opini di koran tak bisa digolongkan sebagai yang berotoritas tinggi.

Istilah ini terdengar sayup-sayup -kalau tak salah- pada akhir 1970-an dan awal 1980-an. Istilah itu diucapkan oleh Andries Teeuw, ahli filologi dari Belanda, yang mengecam media massa digunakan sebagai sumber penulisan akademik. Andries Teeuw hanya paham tulisan, rentetan sejumlah huruf, sebagai yang formal. Ia tak paham ada jutaan manusia di balik huruf itu, juga kehidupan yang menggetarkan, bahkan kecemasan dan ketakutan yang membuat seluruh tubuh menggigil dan justru itulah dorongan utama lahirnya karya-karya sastra kuno ataupun kini.

Kalau saja Andries Teeuw pernah masuk ke jagat akademik seni di Surakarta, dia akan mendengar istilah ”harga sandal jepit” yang artinya harga murah makanan-makanan tertentu bagi mahasiswa. Makanan seperti itu pasti tidak memiliki ”otoritas tertinggi” sehingga kredibilitasnya tak bisa digunakan untuk menopang penelitian akademik jagat kuliner.

Menurut hemat saya, diadilinya si bocah yang mencuri sandal jepit dan dinyatakan bersalah karena terbukti melanggar pasal-pasal tertentu dalam KUHP kiranya pantas menjadi penanda tahun. Sebutlah tahun saat pencurian sandal itu sebagai ”Tahun Sandal Jepit”. Istilah ini memiliki konotasi yang luas dan dalam. Ia mengingatkan peristiwa pencurian pisang oleh seorang yang tak waras yang terjadi tak jauh dari peristiwa ”sandal jepit”. Tak hanya itu. Juga peristiwa sepele lain yang banyak sekali.

Tiba-tiba peristiwa itu terasa mencuat, sementara orang banyak mulai cuek dengan berbagai ketidakberesan yang kian hari kian banyak. Pemunculan ”peristiwa teater sandal jepit” itu menandai hampir seluruh peristiwa peradilan, mulai dari tingkat bawah sampai Mahkamah Agung.

Jelasnya, jika seorang koruptor kelas kakap bisa dengan sangat mudah pada akhir peradilan dinyatakan bebas tak bersyarat, nama baiknya direhabilisasi, sebenarnya orang awam di luar peradilan melihat dengan jelas bahwa proses pengadilannya dilaksanakan tidak serius, tidak profesional. Mengapa? Sebab, jauh sebelum tuntutan dibacakan, keputusan hakim sudah dibuat: bebas tanpa syarat.

Membuat keputusan semacam itu sebenarnya mudah sekali. Terbayang bahwa berkas-berkas tuntutan yang sudah di tangan hakim tak sepenuhnya dibaca. Kalau toh dibaca, itu dilakukan sambil membayangkan cek lawatan atau kunci mobil Jaguar yang akan segera ia terima. Barangkali kurang beberapa jam sebelum sidang dimulai hakim baru melihat-lihat sedikit catatan prosesnya, kemudian diendusnya lalu dengan lantang hakim ketua berteriak, ”Bebas!”

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

    PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

    Nasional
    Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

    Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

    Nasional
    Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

    Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

    Nasional
    Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

    Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

    Nasional
    Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

    Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

    Nasional
    Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

    Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

    Nasional
    Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

    Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

    Nasional
    Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

    Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

    Nasional
    297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

    297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

    Nasional
    Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

    Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

    Nasional
    Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

    Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

    Nasional
    Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

    Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

    Nasional
    Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

    Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

    Nasional
    KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

    KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

    Nasional
    Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

    Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com