Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merawat "Bhinneka Tunggal Ika"

Kompas.com - 09/02/2017, 21:20 WIB

Oleh: Bahruddin

Bangsa Indonesia sedang mengalami ujian berat sebagai bangsa majemuk dalam kerangka "Bhinneka Tunggal Ika".

Indonesia sebagai identitas pemersatu sedang dicabik-cabik oleh golongan tertentu. Bentuk yang nyata adalah kontestasi identitas (agama dan ras) yang tidak hanya terjadi di Ibu Kota, tetapi juga menjalar ke sejumlah wilayah lain. Di Yogyakarta, seorang camat beragama minoritas ditolak kelompok masyarakat agama mayoritas.

Ketegangan antaridentitas terus menggoyang "Bhinneka Tunggal Ika" dengan mempersoalkan keadilan negara untuk memutuskan siapa yang menjadi pelanggar regulasi, bukan keadilan untuk mendapatkan penghidupan yang layak dari sisi ekonomi ataupun sosial.

Kasus Ahok menjadi contoh paling hangat adanya kontestasi antarpihak dalam mendefinisikan ketidakpatuhan (non-compliance). Upaya negara untuk menggunakan sistem peradilan terbuka terus dirongrong dengan kelompok pembawa massa untuk mendesak negara mengikuti definisi yang dianutnya.

Paradigma regulatory pluralism rupanya telah menjadi bagian dari hubungan antara negara dan masyarakat dalam mendefinisikan kepatuhan (compliance) dan ketidakpatuhan (non-compliance). Pertanyaannya, apakah regulatory pluralism akan membawa kebermanfaatan bagi bangsa Indonesia atau sebaliknya?

Regulator plural

Paradigma Regulatory pluralism merupakan cara pandang yang menggambarkan negara tidak lagi menjadi aktor tunggal dalam mendefinisikan kepatuhan dan ketidakpatuhan (Gunningham et al 1998). Adanya multiaktor ini bisa dimaknai dalam dua perspektif yang bertolak belakang.

Perspektif positif meyakini bahwa regulatory pluralism merupakan cerminan positif dari sistem politik demokrasi. Kebebasan berpendapat dalam praktik demokrasi telah membangun budaya kritis masyarakat sipil dalam membaca pengelolaan regulasi di tingkat negara, dari desain hingga penegakan regulasi.

Pada tahapan desain, masyarakat sipil turut aktif mendefinisikan berbagai konsep dalam regulasi. Partisipasi ini memungkinkan lahirnya regulasi yang kontekstual terhadap nilai, norma, dan budaya yang menjadi konteks regulasi.

Pada tataran penegakan, masyarakat sangat aktif melaporkan berbagai pelanggaran regulasi yang tidak diketahui negara. Inilah kolaborasi ideal negara dan masyarakat dalam menciptakan likelihood of detection yang menjadi pilar penting dalam penciptaan kepatuhan publik.

Namun, paradigma regulatory pluralism juga menyimpan potensi negatif yang kontradiktif dengan tujuan-tujuan regulasi. Pertama, kontestasi anarkis merupakan dampak paling ditakutkan dalam regulatory pluralism. Setiap pihak yang berkepentingan terhadap regulasi memaksakan perspektifnya dalam mendefinisikan kepatuhan dan ketidakpatuhan, termasuk dengan memobilisasi massa.

Kedua, regulatory pluralism bisa mengancam demokrasi. Apabila negara "mengamini" salah satu perspektif pasca pergerakan massa, akan tumbuh keyakinan people power dalam upaya penegakan regulasi. Keyakinan ini bertolak belakang dengan esensi demokrasi di mana kaum minoritas perlu dilindungi dalam pengelolaan regulasi.

Ketiga, setiap kelompok masyarakat meyakini dirinya legal untuk mendefinisikan ketidakpatuhan dan bertindak berdasarkan keyakinannya. Kontestasi antar- kelompok tidak hanya pada tataran argumentasi untuk membangun definisi konseptual atas kepatuhan dan ketidakpatuhan, tetapi sudah diterjemahkan dalam aksi-aksi jalanan. "Main hakim sendiri" merupakan cerminan paling nyata dari dampak regulatory pluralism yang tidak terkendali.

Regulasi cerdas

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dengan Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dengan Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com