Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merawat "Bhinneka Tunggal Ika"

Kompas.com - 09/02/2017, 21:20 WIB

Fenomena penolakan camat beragama minoritas di Yogyakarta dan pembubaran kegiatan ibadah di Bandung merupakan tanda bahwa regulatory pluralism mendesak untuk dikelola dengan lebih baik. Para ahli tata kelola regulasi telah memberikan beberapa resep untuk mengelola fenomena regulatory pluralism.

Neil Gunningham et al (1998) mengusulkan teori smart regulation yang lahir sebagai respons ketidakpatuhan dalam konteks regulasi lingkungan. Gagasan teori ini dapat diaplikasikan pada konteks yang lebih luas. Teori ini meyakini, kepatuhan dan ketidakpatuhan terhadap regulasi merupakan hasil dinamika interaksi antara negara, sasaran regulasi (regulatory target), dan pihak ketiga dalam sistem tata kelola regulasi.

Misalnya, apabila negara ingin mengatur sekolah dan sivitas akademikanya, proses penyusunan dan penegakan regulasi tidak hanya melibatkan negara dan sekolah, tetapi juga pihak ketiga, seperti lembaga masyarakat, tokoh pendidikan, dan masyarakat sipil. Pihak ketiga tak hanya terlibat menyusun konsep dan desain regulasi, tetapi juga menyepakati peran dalam penegakan regulasi. Kesepakatan tripartit inilah argumen utama smart regulation.

Menurut teori smart regulation, ada lima prinsip utama dalam pengelolaan regulasi di era regulatory pluralism. Pertama, regulasi harus mencerminkan pengakuan kepentingan antarpihak atau win-win solution. Prinsip ini sangat sejalan dengan ajaran demokrasi. Dalam prinsip ini, kepentingan minoritas wajib dipertimbangkan dalam proses penyusunan dan penegakan regulasi.

Kedua, negara memfasilitasi pemberdayaan non-state actors untuk lebih memahami mekanisme dan prosedur regulasi; mulai dari penyusunan, implementasi, hingga penegakannya. Kesetaraan pemahaman ini penting untuk menghindari kesalahpahaman terkait simplifikasi prosedur regulasi. Misal, keputusan negara mendefinisikan tindakan patuh atau tidak patuh terhadap regulasi membutuhkan alat bukti dan proses yang legitimite, misalnya peradilan terbuka.

Ketiga, proses penegakan regulasi harus melibatkan masyarakat sipil. Negara memfasilitasi keterlibatan perwakilan masyarakat sipil dalam proses penilaian tindakan untuk dikategorikan sebagai kepatuhan atau ketidakpatuhan. Transparansi dan akuntabilitas negara (khususnya aparatur penegak hukum) tidak cukup untuk membangun keputusan yang legitimate. Regulatory pluralism membutuhkan partisipasi untuk melengkapi penegakan regulasi.

Keempat, sistem penegakan regulasi dilakukan bertingkat, misalnya persuasi, surat peringatan, hukuman publik (publikasi), kriminalisasi, hingga pencabutan izin untuk organisasi berbadan hukum. Negara dan masyarakat sipil bersepakat menentukan peran masing-masing dalam penegakan regulasi.

Kelima, tujuan bernegara yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar menjadi arah pengelolaan partisipasi multiaktor dalam pengelolaan regulasi dengan "Bhinneka Tunggal Ika" sebagai tujuannya.

Smart regulation telah menawarkan kerangka kerja pengelolaan fenomena regulatory pluralism yang sejalan dengan prinsip demokrasi. Meski demikian, menjalankan prinsip smart regulation tidak mudah, diperlukan kapasitas negara yang responsif dan punya legitimasi.

Di mata negara, kelompok mayoritas dan minoritas memiliki hak yang sama untuk menyatakan pendapat. Legitimasi menyangkut proses pengelolaan regulasi yang melibatkan berbagai aktor secara transparan dan akuntabel.


Bahruddin
Pengajar Jurusan PSDK Universitas Gadjah Mada;
Kandidat Doktor Universitas Melbourne, Australia

 

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Februari 2017, di halaman 6 dengan judul "Merawat "Bhinneka Tunggal Ika".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Survei LSI: Pemilih Anies dan Ganjar Tidak Puas dengan Penyelenggaraan Pemilu 2024

Survei LSI: Pemilih Anies dan Ganjar Tidak Puas dengan Penyelenggaraan Pemilu 2024

Nasional
Panglima TNI Minta Para Prajurit Tak Mudah Terprovokasi Berita-berita di Media Sosial

Panglima TNI Minta Para Prajurit Tak Mudah Terprovokasi Berita-berita di Media Sosial

Nasional
Anggota DPR Ihsan Yunus Irit Bicara Usai Diperiksa sebagai Saksi kasus APD Covid-19

Anggota DPR Ihsan Yunus Irit Bicara Usai Diperiksa sebagai Saksi kasus APD Covid-19

Nasional
Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Nasional
Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Nasional
Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Nasional
Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Nasional
Petugas 'Ad Hoc' Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Petugas "Ad Hoc" Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Nasional
Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Nasional
Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Nasional
Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasional
KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

Nasional
Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Nasional
Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Nasional
Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com