Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras Bakal Lapor ke Komisi Kejaksaan Terkait Surat PK Terpidana Mati

Kompas.com - 09/10/2016, 11:48 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) berencana mengajukan laporan ke Komisi Kejaksaan RI terkait temuan kejanggalan dalam surat pernyataan Peninjauan Kembali (PK) maupun grasi yang ditandatangani Teja Harsono.

Teja merupakan terpidana kasus kepemilikan 1,4 juta pil ekstasi bersama bandar narkotik Freddy Budiman yang divonis mati pada 2012.

Saat ini, Teja mendekam di Lembaga Permasyarakatan (lapas) Cipinang, Jakarta Timur. 

Kepala Divisi Pembelaan Hak Sipil dan Politik Kontras, Putri Kanesia mengatakan, Teja dipaksa menandatangani surat pernyataan pengajuan PK yang di dalamnya memuat persetujuan atas pengajuan PK maupun grasi dengan batas waktu 30 hari.

Surat tersebut ditandatangani Teja pada 7 Oktober 2016, bersama Jaksa Penuntut Umum (JPU) bernama Amril Surat dan dua saksi lainnya.

"Saya akan meminta Komisi Kejaksaan mengecek jaksa yang dimaksud. Apa maksudnya memaksa tanda tangan surat dalam waktu 30 hari," ujar Putri di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (8/10/2016).

Menurut Putri, upaya hukum merupakan hak bagi terpidana maupun keluarganya. Selain itu, pengajuan PK atau grasi tidak terikat batasan waktu bagi terpidana.

Karena itu, kata dia, semestinya ada penjelasan terkait batas waktu tersebut. Sebab, di dalam surat pernyataan itu juga memuat syarat, apabila upaya hukum itu tidak dipenuhi dalam jangka waktu 30 hari, maka Teja dianggap menerima putusan yang telah dijatuhkan sebelumnya.

"Bagi saya mengajukan PK atau grasi tidak harus dibebankan dalam waktu 30 hari. Jadi tindakan ini ilegal dan terkesan memaksakan kehendak bagi terpidana," kata Putri.

Sebelumnya, nama Teja juga disebut oleh Effendi Gazali, anggota tim gabungan pencari fakta bentukan Polri, lantaran ada oknum jaksa yang melakukan pemerasan kepada Teja saat kasusnya naik ke persidangan.

Jaksa tersebut, meminta sejumlah uang untuk mengubah pasal yang dikenakan. Tak hanya itu, jaksa juga meminta agar Tedja merelakan istrinya untuk menemani oknum tersebut di ruang karaoke.

"Karena jumlah yang dikasih tidak cukup, pasalnya tidak diubah. Malah orang ini dijatuhi hukuman mati," kata Effendi dalam jumpa pers di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta, Kamis (15/9/2016).

Kompas TV Inilah Terpidana Mati yang Belum Dieksekusi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Seorang WNI Meninggal Dunia saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dengan Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dengan Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com