JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dikabarkan tengah menyiapkan draf Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (perppu) tentang Perlindungan Anak. Salah satu usulan sanksi yang dibahas yaitu hukuman kebiri.
Munculnya wacana pembahasan kembali marak setelah kasus meninggalnya siswi SMP di Bengkulu berinisial Yn (14).
Namun, menurut Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, Perppu tersebut tidak akan efektif untuk memberantas kasus kejahatan terhadap anak di bawah umur.
"Sebaiknya seluruh mekanisme dilakukan untuk menyelesaikan masalah lewat UU. Mengajukan draf RUU Perlindungan Perempuan dan Anak," kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Senin (9/5/2016).
Hidayat mengatakan, sejak 2011 pemerintah telah menyatakan bahwa Indonesia darurat kejahatan terhadap anak-anak. Kembali munculnya wacana pembuatan perppu mengesankan jika Indonesia selalu dalam kondisi darurat.
"Untuk itu sebaiknya persoalan ini diselesaikan dengan UU permanen," ujarnya.
Hidayat melihat bahwa sejauh ini Presiden Joko Widodo belum memberikan pernyataan secara tegas atas kasus yang menimpa Yn.
Jika memang Presiden dan pemerintah melihat adanya kondisi darurat dalam kasus kejahatan anak, seharusnya sikap yang ditunjukkan serupa dalam menghadapi kasus kejahatan narkoba.
Ia mencontohkan, di dalam UU Narkoba diatur hukuman mati bagi pengedar yang melibatkan anak-anak di dalam bisnis haram tersebut.
Menurut dia, hukuman serupa dapat diterapkan bagi mereka yang melakukan kejahatan terhadap anak-anak atas dampak pengaruh narkoba dan minuma keras.
"Itu bisa dikenakan sanksi hukuman mati, apalagi menjadikan anak sebagai korban seperti narkoba, diperkosa, hingga dibunuh," ujarnya.
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS itu juga menyesalkan sikap jaksa penuntut umum yang hanya menuntut hukuman 10 tahun penjara kepada para pelaku kekerasan tersebut.
"Ini sangat tidak adil dan membuktikan negara dari kedaruratan dan memberikan hukuman seberat-beratnya terhadap pelaku," kata Hidayat.