Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohamad Burhanudin
Pemerhati Kebijakan Lingkungan

Penulis lepas; Environmental Specialist Yayasan KEHATI

Intoleransi, Setan yang Tak Sendirian

Kompas.com - 14/03/2016, 15:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Di alam demokrasi, intoleransi serupa setan, namun ia tak pernah datang sendirian. Kehadirannya tak semata didorong oleh merebaknya fundamentalisme, tetapi juga kepentingan politik kekuasaan, serta kapitalisme yang bercumbu rayu dengan puritanisme.

Mereka merangsek ke ruang publik, memaksakan simbol-simbol tunggal, dan menyangkal kenyataan yang multikultur ini.

Hari-hari ini, intoleransi semacam itu makin menemukan arenanya di negeri ini. Pelarangan pendirian tempat ibadah, pengusiran komunitas atau aliran keagamaan tertentu dari tempat tinggal atau rumah ibadahnya misalnya.

Ada juga pembubaran acara diskusi dan seminar secara sewenang-wenang, kampanye-kampanye di media sosial yang menyebarkan permusuhan dan kebencian berbasis agama maupun etnisitas.

Selain itu, perusakan-perusakan patung ataupun bangunan yang dianggap bernuansa syirik, adalah serangkaian contoh aktual pertunjukan intoleransi itu.

Berjalannya demokrasi liberal yang antara lain ditandai dengan kebebasan sipil dan politik, serta terselenggaranya pemilihan umum yang bebas dan adil, ternyata juga diikuti menguatnya komunitarianisme.

Ada kecenderungan masyarakat kian mengidentifikasi diri sebagai etnos atau sebagai bagian dari agama atau etnis daripada warga negara (citizen) Indonesia (Gusti A Menoh, 2015).

Ini mengandung bahaya karena menempatkan Indonesia pada tingginya politik berbasis identitas. Padahal, demokrasi mensyaratkan prinsip politik kewargaan, bukan politik agama atau etnisitas.

Kecenderungan ini tidak hanya melahirkan berbagai tindakan kekerasan dan teror di tanah air, melainkan secara formal berhasil merangsek masuk ke sistem politik. Maka, lahirlah undang undang dan aturan-aturan berbasis agama dan etnosentrisme.

Perda-perda berbasis agama merebak di sejumlah daerah, larangan terhadap keberadaan kelompok minoritas meluas, penolakan terhadap kepala daerah yang tak seiman dan seetnis menggejala, pengkafiran menjadi bahasa yang ringan untuk dihantamkan ke sesama yang tak sealiran, pluralisme dan segala hal yang berbau kiri pun diharamkan.

Kelompok-kelompok dan organisasi intoleran pun tumbuh. Bahkan, sebagian cenderung menolak ketunggalan Pancasila sebagai azas bangsa. Kehadiran mereka kerap menjadi bagian dari tindak-tindak kekerasan terhadap kelompok minoritas.

Namun, alih-alih membubarkan, negara justru tampak tak berdaya, membiarkan, bahkan cenderung memanfaatkan sepak terjang mereka.

Tulisan ini hendak menyusuri bagaimana gejala-gejala intoleran dan simptom fundamentalisme tumbuh sumbur di negeri ini dan menguasai ruang publik di alam demokrasi.

Untuk membedahnya, tulisan ini juga mencoba melihat pertautan antara tumbuhnya politik identitas, problem ekonomi-politik, serta sergapan kapitalisme terhadap urusan agama di uang publik .

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com