JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Sugeng Teguh Susanto mengatakan, narapidana kasus korupsi hampir tidak akan mendapatkan remisi selama masih ada Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang pengetatan remisi bagi terpidana kasus pidana luar biasa.
Ia menilai peraturan tersebut sebagai media yang meng-institusionalkan kebencian pada koruptor.
Kuasa hukum Rahmat Yasin (Bupati Bogor nonaktif) itu memberi contoh apa yang dialami kliennya. Menurut Sugeng, Yasin sulit mendapatkan remisi karena tidak akan pernah mendapat status sebagai justice collaborator dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Klien saya Rahmat Yasin diminta penyidik KPK untuk menjelaskan aliran dana pada (mantan) Menhut Zulkifli Hasan. Tapi tidak bisa karena memang tidak ada hubungan antara klien saya dengan Menhut," kata Sugeng, dalam sebuah diskusi, di Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (29/3/2015).
Sugeng melanjutkan, dalam kasus yang menjerat kliennya, peluang menjadi justice collaborator hanya dimiliki oleh pihak ketiga yang merupakan perusahaan swasta dan diduga mengalirkan sejumlah uang pada eksekutif. (baca: ICW Curigai Usulan Revisi Aturan Remisi Titipan Koruptor)
Dalam hal ini, Sugeng menganggap PP 99/2012 tidak adil karena Yasin tidak berpeluang menjadi justice collaborator yang menjadi salah satu syarat koruptor mendapatkan remisi.
"PP 99 ini menjadi kebencian pada koruptor yang dilembagakan, kebencian yang diinstitusionalkan," ujarnya. (baca: Kemenkumham: Pengetatan Remisi Sama Saja Menghukum Koruptor Dua Kali)
Ia melanjutkan, peluang menjadi justice collaborator juga hanya terbuka ketika masa persidangan. Setelah itu, statusnya akan naik menjadi narapidana dan peluang menjadi justice collaborator secara perlahan akan tertutup total.
"Ada syarat napi harus jadi justice collaborator, saya katakan ini tidak mungkin Anda dapatkan karena kalau sudah jadi napi proses tersebut sudah sulit Anda dapatkan," pungkasnya.
Menkumham Yasonna Laoly sebelumnya menggulirkan wacana merevisi PP No 99/2012. Menurut Yasonna, seburuk-buruknya napi kasus korupsi, mereka tetap harus memperoleh haknya untuk mendapat keringanan hukuman seperti narapidana kasus lain. (Baca: Menkumham Minta Koruptor Tak Diperlakukan Diskriminatif)
Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengatakan bahwa Menkumham telah menyampaikan usulan itu kepada Presiden Joko Widodo. Presiden, kata Andi, meminta Yasonna melengkapi bahan kajian dan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat. (Baca: Soal Remisi untuk Koruptor, Jokowi Minta Menkumham Perhatikan Rasa Keadilan Rakyat)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.