Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/08/2014, 08:30 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilu sekarang ini dinilai jauh lebih baik. Dalam sistem demokrasi, langkah-langkah penyelenggaraan pemilu sudah benar. Bangsa ini sudah memiliki Komisi Pemilihan Umum sebagai lembaga independen dan tidak ada campur tangan pihak lain, termasuk pemerintah.

Hal itu disampaikan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD dalam diskusi politik "Pergolakan Politik dan Hukum dalam Pemilu Presiden 2014" di Jakarta, Rabu (13/8/2014). "Saya yakin, KPU tidak lagi diintervensi oleh pemerintah. Kemajuan kita dalam pemilu kali ini adalah KPU dibentuk oleh rakyat," kata mantan Ketua Tim Pemenangan Pasangan Prabowo-Hatta itu.

Diskusi yang diselenggarakan Asosiasi Dosen Indonesia itu juga menghadirkan pengamat politik Siti Zuhro dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pengamat hukum tata negara Irman Putra Sidin, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Borobudur Faisal Santiago, dan anggota Tim Prabowo-Hatta Marwah Daud Ibrahim.

Menurut Mahfud, kecurangan sama-sama dilakukan semua partai, tetapi kecurangan itu sekarang berlangsung sporadis. Dahulu, kecurangan itu bersifat terstruktur, sistematis, dan masif. Artinya, pelanggaran terstruktur dilakukan aparat pemerintah, sedangkan pelanggaran sistematis terjadi secara terencana dan sinergis. Sementara pelanggaran yang bersifat masif dilakukan secara menyeluruh di semua lini.

Karena itu, menurut Siti Zuhro, elite politik harus mampu bersikap dewasa dalam menantikan putusan Mahkamah Konstitusi dalam perselisihan hasil pemilihan umum supaya bisa menjadi teladan bagi rakyat. Sikap partisan selama ini sangat kental dalam pemilu dan pemilu presiden sehingga rentan terjadi pergolakan massa.

Siti mengatakan, saat ini partai politik mengalami situasi distrust atau kehilangan kepercayaan publik. Akibatnya, ketokohan yang hadir dari sosok sang pemimpin lebih diterima rakyat. Namun, dari ketokohan itu, kekhasan Pilpres 2014 justru terletak pada semangat partisan.

"Emosi dan sentimen diagung-agungkan dan satu sama lain saling menistakan. Kita sesungguhnya sedang gagal membangun kepercayaan. Semua saling mengintai, menguliti, bahkan saling tuding sehingga memunculkan sentimen-sentimen yang buruk," ujar Siti.

Sementara Mahfud mengatakan, "Semua pihak mengetahui pergolakan sedang terjadi. Pemilu adalah peristiwa politik. Kini, persengketaan yang dibawa ke MK adalah pergolakan hukum, tetapi saya tidak akan menilai putusannya."

Dalam sengketa Pilpres 2014, kata Mahfud, tuntutannya menyangkut perubahan angka dan pengusutan suara pemilih. Hasil akhir sebaiknya memang menunggu pada persidangan di MK. Bagaimanapun MK memiliki agenda ketatanegaraan yang ketat. Sengketa pemilu legislatif disediakan waktu 30 hari, sedangkan pilpres 14 hari. Semua putusan MK pun bersifat mengikat supaya tidak mengganggu agenda ketatanegaraan.

Faisal Santiago mengatakan, saat ini rakyat melihat pertarungan tersebut akhirnya membutuhkan sikap legawa. Sayangnya, tidak ada sikap legawa, tetapi yang ada justru sikap dendam.

Adapun Irman Putra Sidin mengatakan tak bisa mengungkap banyak hal atas persidangan di MK karena dia akan menjadi salah satu saksi ahli dalam sidang itu. Penegakan hukum konstitusi merupakan kebutuhan seluruh bangsa, bukan semata-mata untuk kepentingan pasangan Prabowo-Hatta atau Jokowi-Jusuf Kalla.

"Apabila tidak tegak hukum konstitusinya, jalannya pemerintahan juga tidak akan berjalan langgeng. Terus-menerus akan diganggu," ujar Irman. (OSA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Nasional
Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Nasional
Kuasa Hukum Bantah Hasto Menghilang Setelah Diperiksa KPK

Kuasa Hukum Bantah Hasto Menghilang Setelah Diperiksa KPK

Nasional
Pejabat Pemerintah Dinilai Tak 'Gentle' Tanggung Jawab Setelah PDN Diretas

Pejabat Pemerintah Dinilai Tak "Gentle" Tanggung Jawab Setelah PDN Diretas

Nasional
Tutup Bulan Bung Karno, PDI-P Gelar 'Fun Run' hingga Konser di GBK Minggu Besok

Tutup Bulan Bung Karno, PDI-P Gelar "Fun Run" hingga Konser di GBK Minggu Besok

Nasional
Beri Sinyal Poros Ketiga di Pilkada Jakarta, PDI-P: Kami Poros Rakyat

Beri Sinyal Poros Ketiga di Pilkada Jakarta, PDI-P: Kami Poros Rakyat

Nasional
Kasus Ahli Waris Krama Yudha Jadi Momentum Reformasi Hukum Kepailitan dan PKPU di Indonesia

Kasus Ahli Waris Krama Yudha Jadi Momentum Reformasi Hukum Kepailitan dan PKPU di Indonesia

Nasional
Gaspol! Hari Ini: Di Balik Layar Pencalonan Anies Baswedan-Sohibul Iman

Gaspol! Hari Ini: Di Balik Layar Pencalonan Anies Baswedan-Sohibul Iman

Nasional
PAN Pertimbangkan Kaesang jika Ridwan Kamil Tak Maju di Pilkada DKI

PAN Pertimbangkan Kaesang jika Ridwan Kamil Tak Maju di Pilkada DKI

Nasional
PDI-P Buka Peluang Usung Anies Baswedan, tapi Tunggu Restu Megawati

PDI-P Buka Peluang Usung Anies Baswedan, tapi Tunggu Restu Megawati

Nasional
38 DPW PAN Dukung Zulhas untuk jadi Ketum Lagi

38 DPW PAN Dukung Zulhas untuk jadi Ketum Lagi

Nasional
PKS Usung Duet Anies-Sohibul, PDI-P Utamakan Kader Sendiri

PKS Usung Duet Anies-Sohibul, PDI-P Utamakan Kader Sendiri

Nasional
Waketum Nasdem: Kalau Parpol Punya Prinsip, Kenapa Tergantung 'Cawe-cawe' Jokowi?

Waketum Nasdem: Kalau Parpol Punya Prinsip, Kenapa Tergantung "Cawe-cawe" Jokowi?

Nasional
Ajak Hidup Sehat, Bank Mandiri Gelar Program Bakti Kesehatan untuk Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta

Ajak Hidup Sehat, Bank Mandiri Gelar Program Bakti Kesehatan untuk Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta

Nasional
Kisah VoB: Pernah DO, Manggung di Glastonbury, dan Kritiknya ke Dunia Pendidikan Kita

Kisah VoB: Pernah DO, Manggung di Glastonbury, dan Kritiknya ke Dunia Pendidikan Kita

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com