Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Zackir L Makmur
Wartawan

Gemar menulis, beberapa bukunya telah terbit. Suka catur dan humor, tertawanya nyaring

Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

Kompas.com - 26/06/2024, 12:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

GURU Besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia, Sulistyowati Irianto, dalam diskusi publik yang digelar Nurcholis Madjid Society, pada Rabu, 19 Juni 2024, menyebut penguasa menggunakan hukum sebagai senjata politik.

Statement itu sekaligus membuka pengertian pula bahwa hukum digunakan sebagai alat untuk kepentingan politik –dampaknya menerpa segala aspek kehidupan sosial, ekonomi, dan politik.

Hal ini tak hanya menggoyahkan keutuhan sistem hukum, tetapi juga melahirkan implikasi mendalam terhadap demokrasi serta supremasi hukum.

Sehingga hukum yang dijadikan senjata politik sering mencerminkan pertarungan kekuasaan antara berbagai kepentingan politik yang bermusuhan.

Proses legislasi, yang mestinya bercorak dengan kepentingan publik dan kesepakatan bersama, acapkali terperangkap dalam medan pertempuran politik yang sengit.

Bersamaan pula penggunaan hukum sebagai senjata politik dapat menghancurkan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam proses pembuatan kebijakan serta penegakan hukum.

Ketika keputusan hukum dipandang tidak lagi murni berlandaskan pertimbangan hukum yang adil, melainkan sebagai alat untuk menopang agenda politik tertentu, maka proses hukum menjadi tercemar oleh campur tangan politik yang tidak sehat.

Hal ini berpotensi menumbuhkan ketidakpercayaan publik terhadap lembaga-lembaga hukum dan peradilan.

Potensi ini tampak manakala independensi lembaga hukum seperti Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) sering menjadi target kritik karena dituduh terpengaruh oleh faktor politik.

Adanya putusan MK mengenai batas usia minimum calon presiden dan wakil presiden, memunculkan kecurigaan bahwa putusan tersebut mungkin didorong oleh kepentingan politik tertentu yang berhubungan dengan kontestasi kekuasaan.

Dampak negatif lainnya dari penggunaan hukum sebagai senjata politik, adalah erosi dari supremasi hukum dan prinsip demokrasi.

Ketika hukum bukan lagi menjadi alat untuk melindungi hak-hak asasi manusia secara objektif, tetapi malah dimanfaatkan untuk mengokohkan dominasi politik, maka fondasi demokrasi yang seharusnya menjadi dasar negara bisa terancam rapuh.

Pembuatan UU dipengaruhi politik

Acapkali proses pembuatan undang-undang sering menjadi pusat perdebatan, karena dituduh tidak sepenuhnya didorong oleh kepentingan publik atau urgensi yang jelas.

Sebaliknya, keputusan legislatif sering dipandang dipengaruhi oleh agenda politik dari berbagai pihak yang berkuasa.

Sulistyowati Irianto, seorang akademisi dari Universitas Indonesia, menyoroti bahwa otoritas legislatif dapat dimanfaatkan untuk melindungi kepentingan elite politik –jadi menemui relevansinya, di mana otoritas legislatif yang terkadang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang seharusnya melindungi kepentingan masyarakat secara luas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian II-Habis)

Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian II-Habis)

Nasional
[POPULER NASIONAL] Titik Temu Mewujudkan Koalisi PKS dan PDI-P di Jakarta | KPK Benarkan Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Dibagikan Jokowi

[POPULER NASIONAL] Titik Temu Mewujudkan Koalisi PKS dan PDI-P di Jakarta | KPK Benarkan Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Dibagikan Jokowi

Nasional
Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian I)

Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian I)

Nasional
Tanggal 1 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Antisipasi Serangan Siber, Imigrasi Siapkan Sistem 'Back Up' Data Cepat

Antisipasi Serangan Siber, Imigrasi Siapkan Sistem "Back Up" Data Cepat

Nasional
Puncak Hari Bhayangkara Digelar 1 Juli 2024 di Monas, Jokowi dan Prabowo Diundang

Puncak Hari Bhayangkara Digelar 1 Juli 2024 di Monas, Jokowi dan Prabowo Diundang

Nasional
4 Bandar Judi 'Online' Terdeteksi, Kapolri: Saya Sudah Perintahkan Usut Tuntas

4 Bandar Judi "Online" Terdeteksi, Kapolri: Saya Sudah Perintahkan Usut Tuntas

Nasional
Usai Bertemu Jokowi, MenPAN-RB Sebut Jumlah Kementerian Disesuaikan Kebutuhan Prabowo

Usai Bertemu Jokowi, MenPAN-RB Sebut Jumlah Kementerian Disesuaikan Kebutuhan Prabowo

Nasional
Imigrasi Ancam Deportasi 103 WNA yang Ditangkap karena Kejahatan Siber di Bali

Imigrasi Ancam Deportasi 103 WNA yang Ditangkap karena Kejahatan Siber di Bali

Nasional
Imigrasi Akui Sudah Surati Kominfo untuk 'Back Up' Data Sejak April, tapi Tak Direspons

Imigrasi Akui Sudah Surati Kominfo untuk "Back Up" Data Sejak April, tapi Tak Direspons

Nasional
Disebut Tamak, SYL Klaim Selalu Minta Anak Buah Ikuti Aturan

Disebut Tamak, SYL Klaim Selalu Minta Anak Buah Ikuti Aturan

Nasional
Bantah Hasto Menghilang Usai Diperiksa KPK, Adian Pastikan Masih Berada di Jakarta

Bantah Hasto Menghilang Usai Diperiksa KPK, Adian Pastikan Masih Berada di Jakarta

Nasional
Dirjen Imigrasi Enggan Salahkan Siapapun Soal Peretasan: Sesama Bus Kota Enggak Boleh Saling Menyalip

Dirjen Imigrasi Enggan Salahkan Siapapun Soal Peretasan: Sesama Bus Kota Enggak Boleh Saling Menyalip

Nasional
Adian Sebut PDI-P Siap jika Jokowi 'Cawe-cawe' di Pilkada 2024

Adian Sebut PDI-P Siap jika Jokowi "Cawe-cawe" di Pilkada 2024

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Kembalikan Uang Rp 600 Juta

KPK Sebut Keluarga SYL Kembalikan Uang Rp 600 Juta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com