Harapannya dana yang telah dikeluarkan bisa dikembalikan di satu sisi dan dikembalikan dalam kondisi “untung” di sisi lain.
Sementara itu, perkara kesejahteraan dan kemajuan daerah nyaris tak lagi hadir sebagai motivasi penting yang melatari pekerjaan kepala daerah setelah mereka menjabat.
Keasyikan mereka (para penguasa daerah) dan kelompoknya tersebut berjalan tanpa kendali, sampai semua pihak di daerah, termasuk para penguasa baru tersebut, tersadar bahwa momen Pilkada selanjutnya telah mendekati.
Walhasil, mereka kembali harus berinvestasi untuk memenangkannya kembali, lalu setelah menang, kembali mengakali anggaran daerah untuk mengganti biaya kontestasi yang telah dikeluarkan sekaligus dengan untungnya.
Siklus ini seperti lingkaran setan dan nyatanya sangat menyakitkan bagi masyarakat di daerah. Pasalnya, nomenkaltur APBD yang hanya tersisa sedikit untuk membangun daerah, karena APBD sudah sangat terbebani oleh anggaran rutin dan operasional, justru semakin terpangkas untuk pos-pos fiktif yang dipakai penguasa baru dan kelompoknya untuk mengembalikan dana kontestasi sebelumnya.
Sehingga sangat tidak mengherankan, di banyak daerah, nyaris tidak terdapat pembangunan apa-apa sejak Pilkada terakhir.
Siklus lingkaran setan antara biaya kontestasi dan penyunatan anggaran pembangunan daerah menyebabkan intervensi pemerintah daerah dalam pembangunan ekonomi daerah menjadi semakin minimalis, bahkan nihil. Tidak menimbulkan efek produktif apapun kepada kesejahteraan masyarakat daerah dan kemajuan daerah.
Dalam perkembangan politik kedaerahan selama ini, harus diakui bahwa memang tidak mudah untuk mendapatkan seorang pemimpin daerah yang berkualitas secara personal dan memiliki kapasitas kinerja mumpuni.
Idealnya, seorang kepala daerah harus memiliki integritas, kapabilitas, visi, dan kemampuan memimpin yang mumpuni.
Secara teoritik dan idealistik, integritas mengacu pada kejujuran dan tanggung jawab. Logikanya, tanpa kejujuran, pemimpin publik sudah pasti akan mudah tergelincir ke dalam tindak pidana korupsi dan berbagai tindak kejahatan lainnya.
Dengan integritas, seorang pemimpin di daerah tidak akan membarter antara biaya yang telah ia keluarkan dengan anggaran daerah. Ia akan lebih kreatif dalam memenangkan konstestasi tanpa harus menggadaikan anggaran daerah sebagai taruhannya.
Sedangkan tanggung jawab mengacu pada pelaksanaan tugas secara sungguh-sungguh. Pemimpin yang bertanggung jawab, dalam kondisi apapun, akan mendahulukan tugas dan kewajiban serta rakyat yang dipimpinnya dibanding kepentingan pribadi.
Lalu, kapabilitas adalah kompetensi dalam bidang atau kegiatan yang menjadi tugasnya. Dan visi merujuk pada kemampuan seorang pemimpin dalam menentukan tujuan disertai prioritas untuk menggapai tujuan tersebut.
Sementara itu, di sisi lain, kepemimpinan juga sangat terkait dengan kemampuan dalam menggerakkan roda organisasi untuk melaksanakan tugas, termasuk kemampuan untuk mendobrak berbagai faktor dan kekuatan yang menghambat kemajuan.
Dan tak lupa, kepemimpinan juga menyangkut kemampuan dalam mengeksekusi program dan pekerjaan secara konsisten, bukan hanya pandai membuat program.