Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Afif
Hakim PTUN Palembang

Lulusan Program Doktor Fakultas Hukum Universitas Andalas.

Reformasi Seleksi Calon Kepala Daerah

Kompas.com - 29/05/2024, 11:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sistem rekrutmen yang longgar

Jika dirunut, masalah ini berakar pada proses rekrutmen calon kepala daerah yang tidak selektif. Popularitas sering kali lebih diprioritaskan daripada kualitas dan integritas.

Partai politik cenderung memilih calon yang memiliki daya tarik elektoral tinggi, meskipun rekam jejak dan kapasitas mereka dalam memimpin masih dipertanyakan.

Pendekatan ini jelas bermasalah karena mengabaikan pentingnya kompetensi dan etika dalam pemerintahan. Hal ini menunjukkan adanya kelemahan serius dalam proses pemilihan yang perlu segera diatasi.

Tidak adanya seleksi yang ketat terhadap bakal calon kepala daerah hanya menjadikan proses Pilkada lebih mirip kontes popularitas daripada ajang seleksi pemimpin yang benar-benar layak.

Akibatnya, tidak jarang calon yang diusung jauh dari harapan. Bahkan, beberapa di antaranya juga merupakan bekas terpidana korupsi.

Dalam hal ini, partai politik patut disalahkan, namun sistem rekrutmen yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku juga perlu dipertanyakan. Sebab sistem rekrutmen yang dilakukan tidak memiliki filter untuk mewajibkan partai politik melakukan seleksi ketat terhadap bakal calon kepala daerah.

Seleksi calon kepala daerah seharusnya dilakukan dengan ketat, mengingat peran krusial mereka dalam menjembatani pembangunan daerah dan menentukan nasib rakyat selama lima tahun ke depan.

Proses seleksi yang ketat akan membantu memastikan bahwa hanya calon yang benar-benar kompeten dan berintegritas yang bisa maju dalam Pilkada. Hal ini akan membantu meminimalkan kemungkinan terpilihnya kepala daerah yang bermasalah.

Kita bisa belajar dari mekanisme seleksi pejabat publik lainnya, seperti calon hakim konstitusi dan hakim agung.

Dalam proses ini, calon tidak hanya harus menunjukkan kualitas dan kompetensi mereka, tetapi juga menjalani uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang ketat.

Begitu pula dengan seleksi komisioner KPK, KPU, dan Bawaslu yang mengikuti prosedur serupa.

Meskipun seleksi yang ketat tidak menjamin pejabat terpilih akan selalu berperilaku baik, setidaknya ini dapat menjadi filter awal untuk mendapatkan kandidat yang lebih berkualitas dan berintegritas.

Dalam hal bakal calon kepala daerah, pelaksanaan fit and proper test tentu harus berbeda dengan yang dilakukan dalam seleksi calon pejabat publik di lembaga-lembaga tersebut.

Untuk menjaga kualitas, fit and proper test, prosesnya harus dilakukan oleh kelompok profesional atau lembaga independen seperti perguruan tinggi.

Dalam hal ini, perguruan tinggi, dengan reputasi akademis dan integritas yang tinggi, mampu memberikan evaluasi yang mendalam terhadap kapasitas dan integritas calon.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Data Kementerian Harus Masuk PDN tapi Tak Ada 'Back Up', Komisi I DPR: Konyol Luar Biasa

Data Kementerian Harus Masuk PDN tapi Tak Ada "Back Up", Komisi I DPR: Konyol Luar Biasa

Nasional
Sebut Buku Partai yang Disita KPK Berisi Arahan Megawati, Adian: Boleh Enggak Kita Waspada?

Sebut Buku Partai yang Disita KPK Berisi Arahan Megawati, Adian: Boleh Enggak Kita Waspada?

Nasional
“Saya kan Menteri...”

“Saya kan Menteri...”

Nasional
Zulhas Sempat Kecewa PAN Hanya Dapat 48 Kursi DPR RI pada Pemilu 2024

Zulhas Sempat Kecewa PAN Hanya Dapat 48 Kursi DPR RI pada Pemilu 2024

Nasional
Politikus PDI-P Ingatkan Pemerintah Hati-hati dalam Penegakan Hukum

Politikus PDI-P Ingatkan Pemerintah Hati-hati dalam Penegakan Hukum

Nasional
Zulhas Ngaku Sudah Serap Ilmu Jokowi, Targetkan PAN Minimal Posisi 4 di Pemilu 2029

Zulhas Ngaku Sudah Serap Ilmu Jokowi, Targetkan PAN Minimal Posisi 4 di Pemilu 2029

Nasional
Politikus PDI-P Nilai Pemeriksaan Hasto Erat dengan Politik Hukum, Anggap Kasus Harun Masiku Musiman

Politikus PDI-P Nilai Pemeriksaan Hasto Erat dengan Politik Hukum, Anggap Kasus Harun Masiku Musiman

Nasional
Soal Peluang Usung Anies pada Pilkada Jakarta, PDI-P dan PKB Masih Mengkaji

Soal Peluang Usung Anies pada Pilkada Jakarta, PDI-P dan PKB Masih Mengkaji

Nasional
Soal Pilkada Jakarta, PDI-P Sebut Tak Cuma Pertimbangkan Elektabilitas Calon

Soal Pilkada Jakarta, PDI-P Sebut Tak Cuma Pertimbangkan Elektabilitas Calon

Nasional
Ngabalin Bantah Isu Jokowi Sodorkan Nama Kaesang ke Parpol untuk Pilkada Jakarta

Ngabalin Bantah Isu Jokowi Sodorkan Nama Kaesang ke Parpol untuk Pilkada Jakarta

Nasional
Saat Jokowi Perintahkan PDN Diaudit Imbas Peretasan, tapi Projo Bela Menkominfo...

Saat Jokowi Perintahkan PDN Diaudit Imbas Peretasan, tapi Projo Bela Menkominfo...

Nasional
Gagasan Overseas Citizenship Indonesia: Visa Seumur Hidup bagi Diaspora

Gagasan Overseas Citizenship Indonesia: Visa Seumur Hidup bagi Diaspora

Nasional
Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian II-Habis)

Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian II-Habis)

Nasional
[POPULER NASIONAL] Titik Temu Mewujudkan Koalisi PKS dan PDI-P di Jakarta | KPK Benarkan Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Dibagikan Jokowi

[POPULER NASIONAL] Titik Temu Mewujudkan Koalisi PKS dan PDI-P di Jakarta | KPK Benarkan Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Dibagikan Jokowi

Nasional
Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian I)

Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian I)

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com