Permintaan konfirmasi kepada lembaga pengusul (MA, DPR dan Presiden) jelas menabrak kemandirian kekuasaan kehakiman.
Hakim akan selalu ditempatkan sebagai “petugas”, proxi dari lembaga pengusul. Aturan seperti itu tak pernah ada di berbagai belahan dunia.
Kemandirian hakim telah digadaikan kepada lembaga pengusul. Jika kekuasaan menghendaki, maka dengan cepatlah aturan dibuat.
Baca juga: Pakar: Tidak Ada Urgensi Merevisi UU Kementerian Negara
UU dibuat justru untuk memperkuat posisi negara, bukan untuk kepentingan masyarakat. Revisi UU Penyiaran yang disusun Baleg DPR adalah kontroversi terbaru.
Revisi UU Penyiaran melarang media penyiaran melakukan peliputan investigasi. Media yang dalam posisi sulit karena berbagai disrupsi, kini dilarang melalukan investigasi.
Pasal keblinger jelas menabrak UU Pers dan prinsip kemerdekaan pers. Kenapa liputan investigasi dilarang? Biarlah perancang undang-undang menjawabnya.
Apakah karena liputan investigasi bakal mengancam kenyamanan kekuasaan? Pada sisi lain, keinginan publik agar pemerintah dan DPR membuat UU Perampasan Aset justru dibiarkan di meja pimpinan DPR.
Baca juga: Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...
Padahal, pemerintah telah mengirimkan naskah akademis dan naskah RUU Perampasan Aset kepada Pimpinan DPR pada Februari 2023.
Sudah setahun lewat naskah RUU Perampasan Aset di meja Pimpinan DPR, tapi tak pernah dibacakan di paripurna.
Kenapa demikian? Selayaknya, anggota DPR bersikap. Mau menolak? Mau menyetujui? Biarlah anggota DPR yang menentukan bukan hanya didiamkan oleh Pimpinan DPR.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.