JAKARTA, KOMPAS.com - Aksi peretasan ransomware terhadap Pusat Data Nasional (PDN) Sementara seharusnya mendesak pemerintah segera mengubah pola pikir dan menerapkan budaya kehati-hatian dalam hal pengelolaan data publik.
"Satu-satunya cara untuk mengatasi kejahatan siber adalah security culture (budaya hati-hati) di semua pemangku kepentingan, termasuk masyarakat," kata pakar keamanan siber Marsudi Wahyu Kisworo dalam keterangannya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (27/6/2024).
Marsudi mengatakan, seluruh pakar keamanan sepakat di dunia ini tidak ada sistem yang aman dan tidak bisa diretas.
"Yang ada adalah sistem yang sudah diretas dan sistem yang belum diretas," ujar Marsudi.
Baca juga: PDN Diretas, Puan: Pemerintah Harus Jamin Hak Rakyat atas Keamanan Data Pribadi
Menurut Marsudi, semua sistem dengan pengamanan paling canggih sekalipun tidak dijamin aman dan tak bisa diretas.
"Suatu saat pasti bisa, tinggal menunggu waktu saja. Apalagi adopsi kecerdasan artifisial dalam berbagai malware (software jahat), termasuk ransomware, sudah mulai dilakukan oleh para peretas," ucap Marsudi.
Maka dari itu, kata Marsudi, manusia sebagai pengguna teknologi harus memahami pentingnya keamanan data, dan melakukan inisiatif langkah-langkah pengamanan data ketimbang menyesal menjadi korban peretasan.
"Dalam security culture ini kita ikuti tulisan yang ada di lembaran dollar Amerika, yaitu 'In God we trust', tapi ditambahkan 'everything else be careful'," papar Marsudi.
Baca juga: TB Hasanuddin Titipkan Anak Bantu BSSN Buru Hacker PDN
Sebelumnya diberitakan, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengakui bahwa pertahanan siber Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara lain.
Budi mengungkapkan, berdasarkan data indeks pertahanan siber pada tahun 2022-2023, Indonesia menempati peringkat ke-20 dari 20 negara yang masuk dalam studi tersebut.
"Kita bisa lihat gambaran peringkat negara dalam indeks pertahanan siber di tahun 2022-2023. Ini hasil studi dari MIT Technology Review Insight di 2022, di mana peringkat Indonesia di G20 ini nomor 20," kata Budi Arie dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR, Kamis (27/6/2024).
Berdasarkan riset tersebut, Indonesia masuk ke dalam klasifikasi "5 negara yang komitmen dalam menciptakan lingkungan pertahanan sibernya lambat dan tidak merata".
"Kalau kita bisa lihat, Australia, Belanda Korsel, AS, Kanada, dan berikutnya (di atas), kita masuk dalam terbawah dengan Meksiko, Brasil, India, Turki, dan Indonesia," ujar Budi Arie.
Baca juga: Didesak Mundur dari Menkominfo Buntut Peretasan PDN, Budi Arie: Tunggu Saja
Untuk diketahui, Pusat Data Nasional (PDN) mengalami serangan siber sejak Kamis (20/6/2024) dan belum pulih sepenuhnya hingga hari ini.
Tim dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), BSSN, Polri dan juga Telkom selaku pihak pengelola PDN, sudah berupaya mengembalikan data-data tersebut, tetapi tak berhasil.
Pemerintah akhirnya mengaku gagal memulihkan data-data yang tersimpan di PDN.
“Kita berupaya keras melakukan recovery resource yang kita miliki. Yang jelas data yang sudah kena ransomware sudah tidak bisa kita recovery. Jadi sekarang menggunakan sumber daya yang masih kita miliki,” ujar Direktur Network dan IT Solution Telkom Herlan Wijanarko, Rabu (26/6/2024).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.