JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara sekaligus Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti mengatakan, ada satu opsi untuk mengubah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara selain melalui proses di DPR RI.
Menurut Bivitri, UU Kementerian Negara bisa diubah melalui pengujian materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tetapi, hasilnya tidak bisa dipastikan karena tergantung dari penafsiran hakim konstitusi.
Bivitri juga menyebut, cara tersebut bakal memakan waktu karena MK masih sibuk mengurus sengketa hasil pemilihan legislatif (Pileg) 2024.
“Karena selama PHPU (Perselisihan Hasil Pemilihan Umum) Pileg berlangsung, semua perkara PUU (Pengujian Undang-Undang) dihentikan dulu. Jadi baru bisa dimulai lagi nanti sekitar akhir Juni (2024),” kata Bivitri kepada Kompas.com, Senin (13/5/2024).
“Tapi, ya lagi-lagi apa yang tidak mungkin? Ingat saja putusan 90 (syarat minimal usia calon presiden dan wakil presiden) yang juga diam-diam masuk dan tiba-tiba diputuskan,” ujarnya melanjutkan.
Sebelumnya, Bivitri mengatakan, revisi UU Kementerian Negara tidak mungkin dilakukan pada pemerintahan saat ini karena tidak ada dalam prioritas legislasi tahun 2024.
Meskipun, UU Kementerian Negara masuk dalam daftar program legislasi nasional (Prolegnas) 2019. Tetapi, tidak tertulis akan dilakukan pada 2024.
“Secara teori, tidak boleh presiden membuat kebijakan sepenting ini pada masa lame duck (masa transisi) seperti ini,” kata Bivitri.
Dia juga menilai, tidak ada kepentingan negara untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk mengubah jumlah kementerian.
“Semata-mata ini kepentingan untuk membagi kekuasaan,” katanya.
Lebih lanjut, Bivitri mengatakan, apabila revisi UU Kementerian Negara dilakukan atau Perppu diterbitkan pada periode akhir pemerintahan Jokowi, maka menunjukkan pemerintahan ke depan adalah periode ke-3 Jokowi.
“Kalau perubahan/Perppu (UU Kementerian Negara) dilakukan sekarang juga, benar-benar menunjukkan bahwa Prabowo-Gibran adalah semacam periode ke-3 Jokowi,” kata Bivitri.
Baca juga: Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang mengatakan, revisi UU Kementerian Negara diperlukan apabila pemerintahan Prabowo-Gibran akan melakukan penambahan nomenklatur kementerian dari 34 menjadi 40.
"Penambahan kementerian untuk mengubah nomenklatur kementerian harus merevisi UU 39/2008," kata Junimart dikutip dari Antaranews pada 10 Mei 2024.
Sebab, menurut dia, pada Pasal 12,13, dan 14 UU Kementerian Negara telah mengatur tentang pembatasan jumlah bidang kementerian, yakni sebanyak 34.