Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua MK Tegaskan Hakim Tak Bisa "Cawe-cawe" Saat Adili Sengketa Pemilu

Kompas.com - 07/03/2024, 16:11 WIB
Vitorio Mantalean,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo menegaskan, hakim MK tidak boleh cawe-cawe dalam bentuk apa pun saat menangani sengketa/perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).

Cawe-cawe dalam hal ini termasuk berupa nasihat kepada para pihak terlibat dalam sengketa ini atau bertindak aktif memanggil ahli ke dalam persidangan.

"Kalau ini, kalau nanti ada sengketa nomor 1 dengan nomor 2, atau nomor 2 dengan nomor 3, kalau hakim bertindak lebih dari apa yang disampaikan para pihak di persidangan, itu sudah melebihi. Itu bisa dikatakan hakim berpihak," ujar Suhartoyo kepada wartawan, Rabu (6/3/2024) malam.

"Apakah boleh hakim mengadili, dalam perkara pileg dan pilpres nanti, bisa aktif memangil pihak ahli ke persidangan? Itu saya tegaskan tidak bisa. Jadi semua itu harus dibawa ke persidangan, dibuktikan oleh para pihak, tidak boleh itu hakim cawe-cawe, harus begini, harus begini, tidak boleh," tegasnya.

Baca juga: MK Simulasi Akbar Tangani Sengketa Pemilu 2024

Suhartoyo menegaskan, penanganan sengketa pemilu berbeda dari pengujian undang-undang meski keduanya sama-sama ditangani MK.

Dalam praktik pengujian undang-undang di MK, jelas dia, hakim memang sering memanggil ahli-ahli dan juga memberi nasihat perbaikan permohonan kepada para pemohon.

Hal itu lumrah dilakukan karena dalam pengujian undang-undang, tidak ada pihak yang bersengketa, tidak ada pihak yang berstatus sebagai termohon, dan beleid yang diuji adalah kebijakan publik.

Sementara itu, sengketa pilpres bersifat inter partes antara para pihak yang berselisih.

Dengan demikian, jikapun ada ahli yang dirasa perlu untuk dihadirkan ke sidang, pihak yang menghadirkannya ke MK adalah para pihak terlibat sengketa.

Baca juga: Buntut Gibran Jadi Cawapres, Jokowi, Anwar Usman, dan KPU Digugat Rp 1 Triliun untuk Bangun Sekolah Politik

Sebagai informasi, jangka waktu pengajuan permohonan ke MK untuk pilpres paling lama tiga hari setelah pengumuman penetapan perolehan suara oleh KPU.

Sementara itu, tenggat sejenis untuk pileg paling lama 3 x 24 jam sejak pengumuman perolehan suara oleh KPU.

Di sisi MK sendiri, lembaga tersebut sudah menggelar simulasi akbar dukungan penanganan perkara sengketa pemilu/PHPU yang diikuti semua pegawai dalam Gugus Tugas Penanganan Perkara PHPU 2024 pada Rabu (6/3/2024).

Suhartoyo membuka secara langsung simulasi akbar pada pagi ini untuk memberikan pembekalan kepada gugus tugas.

"Simulasi akbar PHPU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) serta Pemilihan Anggota DPR, DPRD, dan DPD (Pileg) berlangsung sesuai tahapan, mulai dari pra-registrasi, pasca-registrasi, dan pasca-putusan," kata juru bicara MK, Fajar Laksono, dalam keterangan resmi, Rabu.

Baca juga: Ketika Hakim Konstitusi Saldi Isra Bertanya, Quo Vadis MK?

Ia menjelaskan, simulasi pra-registrasi terdiri dari pengajuan permohonan, verifikasi berkas, registrasi, dan pengolahan data permohonan, hingga persiapan persidangan.

Sementara itu, simulasi pasca-registrasi meliputi penyampaian salinan permohonan, panggilan sidang, dan persidangan.

"Pada saat simulasi, beberapa pegawai berperan sebagai pemohon dengan diminta menunjukkan identitasnya, kemudian mengambil nomor urut pengajuan permohonan (NUPP), menyerahkan berkas, hingga verifikasi berkas di meja registrasi," beber Fajar.

"Selanjutnya, berkas diolah oleh petugas sesuai dengan peran dan fungsinya," ia menambahkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Nasional
ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com