"Presiden meminta kepada kedua arsitek supaya Menara Sukarno dapat selesai dalam tempo 2 tahun," kata Menteri Dalam Negeri Sumarno menurut pemberitaan Harian Kompas, 5 November 1965.
Sukarno bahkan hadir dalam peletakan batu pertama proyek menara itu pada Oktober 1965. Padahal saat itu, kondisi politik dan sosial di dalam negeri sedang bergejolak akibat peristiwa Gerakan 30 September.
Kondisi saat itu cukup tegang antara TNI dan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang disebut terlibat dalam penculikan sejumlah jenderal Angkatan Darat dan upaya kudeta.
Akibat gejolak politik itu, proyek Menara Sukarno sempat mandek akibat kondisi politik, ekonomi dan sosial di dalam negeri yang tidak menentu.
Sukarno kemudian meneken Surat Perintah 11 Maret pada 1966 yang isinya memberikan kewenangan kepada Soeharto sebagai Panglima Korps Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) atau Pangkostrad, buat mengambil tindakan guna memulihkan kondisi sosial, ekonomi, dan politik.
Setelah itu, Majelis Perwakilan Rakyat Sementara (MPRS) menolak pidato pertanggungjawaban Sukarno yang berjudul Nawaksara pada 22 Juni 1966.
Baca juga: Sukarno dan Nasib Tatanan Dunia Barunya
MPRS kemudian mencabut mandat presiden seumur hidup Sukarno pada 5 Juli 1966. Setelah itu mereka mencabut mandat presiden dari Sukarno pada 12 Maret 1967, yang mengakhiri pemerintahan Orde Lama.
Baru pada Juni 1967 proyek pengembangan kawasan Ancol dilanjutkan, tetapi tanpa menyertakan Menara Sukarno.
Proyek pembangunan Ancol diresmikan oleh Gubernur Ali Sadikin, dengan menggandeng perusahaan pengembang PT Pembangunan Jaya.
Alhasil, kawasan seluas 552 hektare yang dulunya berupa rawa dan empang kini berubah menjadi kawasan rekreasi, industri, pergudangan, dan perumahan, tanpa kehadiran Menara Sukarno.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.