JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu harapan Presiden Sukarno yang tidak pernah terwujud sampai akhir hayat adalah melihat "Menara Jakarta" berdiri kokoh di pesisir Jakarta.
Menara Jakarta atau Menara Sukarno itu mestinya berdiri di kawasan Ancol, Jakarta Utara. Namun, pergolakan dunia yang memicu gejolak politik dalam negeri pada 1965 membuat rencana itu bubar jalan.
Harian Kompas memberitakan rencana pembangunan menara itu pada 1965. Menurut pemberitaan pada 29 Juli 1965, pemerintah sampai melibatkan 2 arsitek ternama dalam proyek itu. Pertama adalah Friedrich Silaban yang turut merancang Masjid Istiqlal.
Baca juga: 30 Kutipan Pahlawan Nasional dari Sukarno hingga Bung Tomo
Satu lagi adalah arsitek asal Austria, Hannes Lintle. Dia yang merancang Menara Danube di Wina, Austria, pada 1964.
Keduanya bahkan membahas langsung proyek itu di Istana Merdeka, Jakarta, bersama dengan Presiden Sukarno, Gubernur Bank Indonesia yang saat itu dijabat Jusuf Muda, serta Menteri Cipta Karya dan Konstruksi David Gee Cheng.
Menara itu rencananya bakal dibangun dengan ketinggian mencapai 280 meter.
Dalam rancangannya, Silaban dan Lintl membuat konsep menara itu akan difungsikan sebagai menara pancar sinyal televisi, yang akan dipasang pada ketinggian 200 meter.
Selain itu, menara itu juga rencananya dilengkapi dengan restoran berputar yang bisa menampung 100 orang, serta kedai kopi yang bisa melayani 200 orang.
Baca juga: Di Mana Sukarno dan Soeharto Saat Peristiwa G30S/PKI?
Restoran berputar itu dirancang bergerak dengan kecepatan 1 jam untuk 360 derajat.
Harapannya adalah para tamu yang datang ke sana bisa menikmati pemandangan pesisir sampai kawasan pegunungan di bagian selatan.
Kedua arsitek itu juga merancang lantai observasi bagi pengunjung, dan lantai berisi hiburan buat anak-anak.
Menara itu juga rencananya dilengkapi dengan ruang resepsi. Gagasannya supaya tempat itu menjadi salah satu daya tarik wisata di Jakarta.
Baca juga: Sidarto Danusubroto: Wisma Yaso Harusnya Jadi Museum Sukarno, Kenapa Jadi Satria Mandala?
Bahkan menurut Silaban, model arsitektur Menara Sukarno bakal mengadopsi gaya modern disesuaikan dengan iklim tropis.
Menara itu adalah salah satu bagian dari proyek pembangunan di kawasan Ancol yang meliputi tempat pemandian, hotel, akuarium raksasa, serta perumahan.
Mendengar paparan itu, Sukarno waktu itu sangat terkesan dan meminta supaya rencana itu segera dilaksanakan dan selesai dalam waktu singkat.
"Presiden meminta kepada kedua arsitek supaya Menara Sukarno dapat selesai dalam tempo 2 tahun," kata Menteri Dalam Negeri Sumarno menurut pemberitaan Harian Kompas, 5 November 1965.
Sukarno bahkan hadir dalam peletakan batu pertama proyek menara itu pada Oktober 1965. Padahal saat itu, kondisi politik dan sosial di dalam negeri sedang bergejolak akibat peristiwa Gerakan 30 September.
Kondisi saat itu cukup tegang antara TNI dan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang disebut terlibat dalam penculikan sejumlah jenderal Angkatan Darat dan upaya kudeta.
Akibat gejolak politik itu, proyek Menara Sukarno sempat mandek akibat kondisi politik, ekonomi dan sosial di dalam negeri yang tidak menentu.
Sukarno kemudian meneken Surat Perintah 11 Maret pada 1966 yang isinya memberikan kewenangan kepada Soeharto sebagai Panglima Korps Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) atau Pangkostrad, buat mengambil tindakan guna memulihkan kondisi sosial, ekonomi, dan politik.
Setelah itu, Majelis Perwakilan Rakyat Sementara (MPRS) menolak pidato pertanggungjawaban Sukarno yang berjudul Nawaksara pada 22 Juni 1966.
Baca juga: Sukarno dan Nasib Tatanan Dunia Barunya
MPRS kemudian mencabut mandat presiden seumur hidup Sukarno pada 5 Juli 1966. Setelah itu mereka mencabut mandat presiden dari Sukarno pada 12 Maret 1967, yang mengakhiri pemerintahan Orde Lama.
Baru pada Juni 1967 proyek pengembangan kawasan Ancol dilanjutkan, tetapi tanpa menyertakan Menara Sukarno.
Proyek pembangunan Ancol diresmikan oleh Gubernur Ali Sadikin, dengan menggandeng perusahaan pengembang PT Pembangunan Jaya.
Alhasil, kawasan seluas 552 hektare yang dulunya berupa rawa dan empang kini berubah menjadi kawasan rekreasi, industri, pergudangan, dan perumahan, tanpa kehadiran Menara Sukarno.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.