Sementara pada pemilihan tahun 2019, SBY, AHY, dan Partai Demokrat setengah hati memberikan dukungan kepada Prabowo-Sandi, yang membuat Partai Demokrat semakin kesulitan dalam mengarungi arena politik pasca-Prabowo-Sandi kalah dalam pilpres.
Saat Prabowo menerima pinangan Jokowi untuk duduk di dalam kabinet pemerintahan, Partai Demokrat semakin serba salah dan semakin tidak solid.
Bahkan setelah itu, sempat diacak-acak oleh Moeldoko bersama kader-kader lama Partai Demokrat yang kecewa dengan SBY. Beruntung bagi AHY, Partai Demokrat selamat dari gempuran dan AHY bertahan sebagai ketua umum.
Namun setelah melalui banyak tantangan selama hampir sepuluh tahun, SBY, AHY, dan Partai Demokrat nampaknya telah belajar banyak.
Sehingga pada pemilihan kali ini, setelah "dikerjai" oleh Anies dan Surya Paloh, Partai Demokrat berubah total. Tak ada lagi ambiguitas politik atau dukungan setengah hati.
AHY terlihat lebih aktif dan sering tampil bersama elite partai Koalisi pendukung Prabowo - Gibran dan sangat aktif dalam memobilisasi kader-kadernya untuk memenangkan paslon Prabowo - Gibran.
Dan yang lebih menarik lagi, AHY dan Partai Demokrat bersedia secara sadar menjadikan SBY sebagai latar politik Prabowo - Gibran.
Walhasil, SBY terlibat sangat aktif turun ke lapangan dalam menggalang kekuatan politik dari bawah, terutama di Jawa Timur, untuk mendukung kemenangan Prabowo-Gibran.
SBY dan Partai Demokrat memang benar-benar serius dalam menyiapkan panggung politik untuk Prabowo di kandang-kandang Partai Demokrat.
Dan beruntungnya, entah karena belajar dari kesalahan Partai Nasdem dan Anies Baswedan, Prabowo justru memberikan penghormatan yang sangat besar kepada SBY, AHY, dan Partai Demokrat, layaknya perlakuan politik Prabowo kepada Partai Golkar dan PAN, dua partai besar lainnya yang berada di gerbong Prabowo - Gibran.
Sikap Prabowo yang demikian, sebagaimana telah dibahas oleh banyak pengamat politik, memang berisiko secara elektoral kepada Partai Gerindra, karena efek ekor jas dari Prabowo justru menyebar secara merata ke Partai Golkar, PAN, dan Partai Demokrat. Sementara suara Partai Gerindra justru terbilang stagnan.
Pun tidak dapat dipungkiri bahwa kenyamanan SBY, AHY, dan Partai Demokrat kali ini membuat semua elemen partai bergerak secara serius dan dinamis.
Hal itu bisa terjadi tentu karena Partai Demokrat dianggap sebagai kolaborator, mitra setara dan strategis, bukan sebagai subordinat, meskipun bergabung terlambat, sehingga berhasil membuat Partai Demokrat merasa betah di rumah koalisi barunya.
Nampaknya memang relasi politik yang bersifat kolaboratif tersebut membuat Partai Demokrat ikut berperan penting dalam memenangkan Prabowo - Gibran di Jawa Timur.
Relasi setara dan kolaboratif membuat SBY secara sadar dan rasional turun gunung, berpidato berapi-api di depan massa, mempertegas kedekatannya dengan Prabowo, lalu berhasil meyakinkan kader-kader Partai Demokrat se-Jawa Timur untuk serius dalam memenangkan pasangan Prabowo-Gibran.