Peristiwa superlokal di salah satu jalanan ibu kota Tunisia di Tunis tersebut ternyata menjadi akhir dari rezim Presiden Zine al-Abidine Ben Ali, lalu menjalar ke Mesir yang mengakhiri rezim Presiden Hosni Mobarak.
Pun Uprising di Chili tahun 2019 hanya berawal dari kenaikan tarif transportasi publik metro. Namun kenaikan tarif tersebut menjadi puncak kemarahan massa atas ketimpangan ekonomi yang terjadi di Chili sejak bertahun-tahun lalu.
Lebih dari 1,2 juta warga di Santiago turun ke jalanan memprotes kesenjangan sosial dan ini dikenal sebagai pawai terbesar di Chili.
Meskipun Chili menjadi salah satu negara termaju secara ekonomi di Amerika Latin, kegagalan pemerintah dalam membaca kekecewaan publik atas ketimpangan yang ada melahirkan gerakan massa yang sangat masif di Chili.
Akibat kejadian itu, 29 orang tewas dan 2500 orang mengalami luka-luka dan 2.840 orang ditangkap aparat.
Jadi keengganan dan kelalaian penguasa dalam merasakan apa yang dirasakan publik dan kalangan intelektual bisa berujung buruk buat kekuasaan itu sendiri.
Minimnya sensitifitas dan empati politik penguasa kepada kekhawatiran publik yang sudah dibahasakan dengan sangat lugas dan santun oleh para intelektual kampus berpotensi melahirkan gerakan yang lebih masif dan frontal.
Atas alasan itu, tak bisa tidak, penguasa semestinya bisa bereaksi lebih bijak dan introspektif dalam menyikapi kemunculan seruan moral intelektual dari kalangan intelektual kampus.
Lahirnya seruan semacam itu adalah pertanda, yakni sesuatu tak biasa yang sejatinya harus benar-benar diperhatikan secara baik dan bijak oleh kekuasaan.
Jika di mata kalangan intelektual kampus bahwa demokrasi Indonesia sedang tak baik-baik saja, maka segala pembelaan penguasa tentang demokrasi Indonesia yang baik-baik saja akan mulai dipertanyakan publik.
Karena itulah cara terbaik bagi penguasa untuk menyikapinya adalah dengan introspeksi diri di satu sisi dan menempatkan seruan para intelektual secara proporsional tanpa harus memolitisasinya di sisi lain.
Sementara di sisi lain, para intelektual kampus harus terus menunjukkan independensi intelektualitasnya di satu sisi dan terus mengedepankan supremasi moralitas dalam gerakannya di sisi lain, sembari terus melakukan penyamaan visi misi dengan elemen-elemen riil kampus, terutama mahasiswa, dan kekuatan masyarakat sipil lainnya (bukan dengan partai politik), sebagai bukti nyata bahwa kekuatan moral dan intelektual kampus memiliki basis sosial yang kokoh, tanpa terpengaruh oleh kontestasi elektoral yang sedang berlangsung. Semoga!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.