Di sisi lain, penggunaan terminologi agama memiliki makna yang berimplikasi pada hukum-hukum agama dan berlaku secara privat bagi penganutnya.
Baca juga: Ajak Masyarakat Antar Neno Warisman ke Senayan, Fahri Hamzah: Tidak Mudah Miliki Seniman Idealis
“Itulah masalah politik Islam dari waktu ke waktu. Gara-gara sikap yang diskriminatif seperti itulah yang menyebabkan umat Islam gampang dipojokkan untuk menjadi warga negara kelas dua,” ujarnya.
Fahri mengatakan, pada dasarnya, kelompok tersebut seperti “membuka pintu” bagi adanya diskriminasi terhadap diri mereka sendiri, lalu dimanfaatkan orang lain dengan maksud lain.
Dia menegaskan, hal tersebut harus dihentikan dan umat Islam harus peka bahwa kebangsaan adalah identitas di ruang publik yang berlaku bagi siapa saja, apa pun agama, ras, suku, dan golongannya.
“Mentalitas seperti inilah yang umat Islam harus diambil dengan penuh kepercayaan diri bahwa para pemimpin yang akan kita pilih di ruang publik adalah pemimpin-pemimpin umat dan bangsa sekaligus,” katanya.
Mantan Wakil Ketua DPR RI itu mengatakan, pada dasarnya kepemimpinan mereka akan berada di ruang publik dan bukan di ruang privat.
Baca juga: Ramai Guru Besar Suarakan Keresahan, Fahri Hamzah: Kampus Telat Ambil Sikap
“Karena itulah, tidak ada alasan untuk tidak melihat Pak Prabowo dari kenyataan bahwa dia adalah pemimpin umat dan pemimpin bangsa sekaligus,” sebutnya.
Fahri menyebutkan, cara seperti membuat umat Islam berada dalam arus utama perubahan politik dan ekonomi dalam negara.
Jika tidak demikian, umat Islam mudah dipojokkan atau memojokkan diri di sudut-sudut sejarah yang sepi, bahkan lari dari tanggung jawab di ruang publik.
Sebagian dari mereka yang paling ekstrem ada yang berpikir lebih jauh lagi pergi meninggalkan realitas.
“Sebagian lainnya digarap untuk menjadi ultra-radikal dan dituduh sebagai teroris serta dipakai intelijen negara asing yang ingin merusak keamanan negara-bangsa yang sudah didirikan para pendiri bangsa kita, termasuk para ulama,” jelasnya.
Lebih lanjut, Fahri mengatakan, masa pemilihan 14 Februari 2024 nanti harus ada mobilisasi kesadaran umat Islam.
Dalam hal ini, kata dia, tidak boleh lagi umat yang dimanfaatkan kelompok yang mengeksploitasi identitas Islam untuk mendukung satu kelompok yang akan kalah. Sebab, pada dasarnya mustahil mentalitas diskriminatif seperti itu bisa menang.
Menurutnya, umat islam harus memasuki fase kesadaran baru bahwa masyarakat akan memilih pemimpin umat dan bangsa sekaligus dan sejarah telah mempersiapkan pasangan Prabowo-Gibran untuk menjawab tantangan zaman ke depan.
“Di sisi lain, kita tahu bahwa Pak Prabowo punya masalah dengan kelompok-kelompok yang pro dengan gagasan kaum globalis,” ujarnya.
Baca juga: Fahri Hamzah Sebut Program Makan Gratis Prabowo-Gibran Jadi Solusi Strategis Atasi Penyebab Stunting