Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Refleksi Politik Indonesia atas Memanasnya Politik di Filipina

Kompas.com - 02/02/2024, 06:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Tak berselang lama setelah itu, kandidat presiden Prabowo Subianto menentukan pasangan wakil presidennya, yang tak lain dan tak bukan adalah anak presiden Jokowi, yang baru beberapa tahun menjabat sebagai wali kota Solo, yakni Gibran Rakabuming Raka.

Tak pelak, posisi Jokowi mendadak serupa dengan posisi Duterte, yang membiarkan anaknya untuk ikut berkontestasi di kancah pemilihan presiden, di saat mereka masih menjabat sebagai presiden.

Perbedaannya secara makropolitik, di Filipina hanya muncul dua pasangan calon (paslon), sementara di Indonesia muncul tiga paslon, yang membuat paslon yang dihuni oleh anak Jokowi semakin sulit untuk menang dalam satu putaran.

Kesamaan lainnya adalah bahwa anak dari kedua presiden ini dipasangkan dengan calon presiden yang terkait dengan rezim diktator yang pernah berkuasa di negaranya masing-masing.

Anak Duterte menjadi wakil presiden dari Bongbong Marcos, putra dari diktator Ferdinand Marcos yang dijatuhkan melalui people power di Filipina tahun 1986.

Sementara di Indonesia, anak Jokowi dipasangkan dengan calon presiden yang notabene adalah menantu dari mantan presiden Indonesia yang juga dikenal dengan rezim diktator dan juga dijatuhkan melalui people power tahun 1998.

Nah, kesamaan ini memicu pertanyaan lanjutan, apakah yang sedang terjadi di Filipina dan isu yang sempat muncul sejak dua tahun lalu di Indonesia, akan kembali muncul, bahkan semakin kentara, jika paslon yang didukung oleh Jokowi hari ini memenangkan konstestasi 2024?

Mengapa pertanyaan ini muncul? Karena di Filipina, Duterte tak pernah mengajukan aspirasi pribadi maupun aspirasinya sebagai presiden untuk mengamandemen masa jabatan presiden Filipina.

Walhasil, konflik tersebut muncul karena Duterte tidak sepakat jika Bongbong Marcos justru mengangkat rencana tersebut.

Dukungan Bongbong pada rencana amandemen konstitusi yang terkait dengan masa jabatan presiden mengingatkan publik Filipina pada era kelam masa pemerintahan orangtua Bongbong sendiri, yang memerintah Filipina dengan tangan besi selama lebih dari 10 tahunan dengan legitimasi "martial law" atau aturan konstitusional tentang keadaan darurat.

Sementara di Indonesia, berdasarkan beberapa investigasi jurnalistik, Presiden Jokowi diindikasikan memiliki andil dalam melahirkan wacana tiga periode dan perpanjangan masa jabatan presiden.

Lantas, bagaimana jika wacana yang sama kembali muncul setelah paslon yang didukung oleh Presiden Jokowi berhasil memenangkan kontestasi Pilpres 2024?

Pasalnya, Prabowo Subianto juga memiliki latar historis pemerintahan otoriter di satu sisi dan juga memiliki tendensi politik populis di sisi lain yang rentan mengembalikan Indonesia seperti di era Orde Baru.

Bagaimana Jokowi akan menyikapinya nanti jika di kemudian hari wacana yang sama dimunculkan oleh paslon yang memenangkan pilpres sekaligus paslon tersebut juga didukung oleh Jokowi, sementara Jokowi sendiri pernah terindikasi memiliki track record dalam mendukung wacana yang sama beberapa waktu lalu, yakni wacana tiga periode dan perpanjangan masa jabatan presiden?

Dari kelindan kejadian tersebut, termasuk dari track record Jokowi dalam menyikapi wacana serupa, nampaknya akan terjadi perbedaan antara Indonesia dan Filipina jika hal yang sama terjadi di Indonesia setelah pemilihan nanti.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Nasional
Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Nasional
Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Nasional
Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Nasional
Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

Nasional
Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com