Pendeknya, Jokowi sebagai presiden sama sekali sudah abai pada etika politik di dalam negara yang tercatat sebagai negara demokrasi terbesar kedua di Asia, setelah India, demi memastikan keberlanjutan kekuasaannya kepada paslon yang ia inginkan, di mana anak sulungnya menjadi calon wakil presiden.
Jika kita kaitkan dengan pernyataan James Madison di atas, Jokowi sebenarnya telah melakukan hal yang sangat menakutkan dengan kekuasaannya, yakni menyalahgunakan kekuasaan di satu sisi dan mengopresi perbedaan secara halus di sisi lain, dengan mempersulit paslon lain untuk bersaing secara fair sekaligus melemahkan suara-suara kritik kepada pemerintah.
Apa yang dipertontonkan Presiden Jokowi, sudah mulai ditiru oleh anaknya di dalam dua kali debat cawapres. Etika politik dalam berdebat dengan orang yang lebih tua dilewati begitu saja.
Sikap Gibran terlihat sangat merendahkan lawan debatnya yang notabene jauh lebih tua dan lebih senior.
Bahkan Gibran berusaha untuk menunjukkan kepada publik bahwa lawan debatnya "tidak mengetahui apa-apa", sebagai upaya pengalihan dari perdebatan substantif yang sebanarnnya sangat dibutuhkan penonton.
Pertanyaanya kemudian, bagaimana imbas dari masalah etika seorang presiden terhadap pemilih mayoritas, yakni pemilih milenial dan generasi Z? Semoga tidak seperti yang saya takutkan. Semoga!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.