Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muncul Anomali Pemilih Bimbang, Indopol Tak Rilis Elektabilitas Capres-Cawapres

Kompas.com - 25/01/2024, 10:47 WIB
Achmad Nasrudin Yahya

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Survei dan Konsultan Indopol tidak merilis terkait tingkat elektabilitas calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) dan partai politik dalam penelitiannya yang dilaksanakan pada 8-15 Januari 2024.

Dalam survei ini, Indopol melibatkan 1.240 responden sebagai pemilih yang tersebar di 38 provinsi. Margin of error dalam penelitian ini lebih kurang pada angka 2,85 persen.

Keputusan Indopol tak merilis penelitian terhadap elektabilitas capres-cawapres dan partai politik lantaran terdapat penolakan dari warga terhadap penelitinya. Penolakan ini diduga menyebabkan munculnya anomali undecided voters atau pemilih bimbang yang terbilang tinggi.

Direktur Eksekutif Indopol Ratno Sulistiyanto mengatakan bahwa faktor tersebut yang membuat lembaga surveinya akhirnya tidak merilis hasil temuannya. Alasannya, respons dari responden dalam survei ini tidak menggambarkan realita elektabilitas yang sesungguhnya.

"Karena itu, kami tidak merilis temuan kami terkait elektabilitas capres dan cawapres maupun partai politik. Kami mengkhwatirkan jawaban itu tidak menggambarkan realita sesungguhnya," kata Ratno dikutip dari Youtube IDC Media, Rabu (24/1/2024).

Penolakan

Dalam penelitian tersebut, surveyor Indopol menghadapi penolakan dari warga. Hal ini seperti yang terjadi di beberapa wilayah di tiga provinsi, yakni Jawa Timur, Jawa Barat, dan Banten.

Di Jawa Timur, penolakan kehadiran peneliti Indopol terjadi di Surabaya, Kota Malang, Kota Blitar, dan Kabupaten Banyuwangi.

Ratno mengungkapkan, di empat wilayah tersebut, pihak kelurahan menolak memberikan stempel di lembar kartu keluarga (KK) warga yang menjadi responden Indopol.

Baca juga: Hasil Survei LSI Sebut Suara Prabowo-Gibran Unggul 49,8 Persen di Sumbar

Selain penolakan, pihak RT juga menyatakan tidak menerima kehadiran lembaga survei dengan dalih penelitian berlangsung ketika waktu semakin mendekati hari pencoblosan pada 14 Februari 2024.

"Alasannya karena survei dilaksanakan ketika waktu sudah mendekati pemilu agar wilayahnya tidak terpetakan. Terpetakan apa? Ini kaitannya hampir seluruhnya mengatakan takut ada imbas bantuan sosial," ujarnya.

Selain empat wilayah tersebut, anomali perilaku pemilih juga terjadi di Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Lamongan.

Sementara di Jawa Barat, terdapat kendala yang dihadapi peneliti di wilayah Kota Depok, Kota Bogor, Kota Bandung, dan Kota Bekasi. Khusus Bogor, peneliti Indopol melaporkan bahwa beberapa kelurahan menolak didatangi lembaga survei.

Baca juga: Survei Indikator: Mayoritas Publik Tak Setuju KPK Dibubarkan jika Firli Terbukti Peras SYL

Hal sama juga terjadi di Banten, tepatnya di wilayah Kota Cilegon, Kota Serang, Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan.

Di Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang, beberapa kelurahan menolak kehadiran peneliti dengan alasan tidak ada izin dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol).

Anomali tinggi

Selain itu, peneliti Indopol juga menemukan fenomena tingginya pemilih bimbang yang disebabkan karena sejumlah faktor.

Faktor pertama, sebanyak 56,49 persen responden menyatakan pasangan capres dan cawapres lain lebih memiliki visi dan misi yang jelas dalam membangun bangsa ini.

Faktor kedua, pasangan capres-cawapres tampil cukup baik dalam tiga kali debat. Faktor ini mencapai angka 18,6 persen.

Faktor ketiga, sebanyak 7,02 persen responden menyatakan bahwa sosok yang menjadi panutan itu juga mengubah pilihan. Sosok panutan tersebut meliputi ulama, pimpinan partai politik hingga orang tua.

Baca juga: Sortir Ulang Surat Suara Pemilu yang Tak Layak, KPU Jaksel: Kalau Rusak Minim, Tetap Dipakai

Faktor keempat, 4,2 persen responden mengaku karena diberi uang dan barang semacam sembako oleh capres-cawapres lain atau tim suksesnya.

Faktornya berikutnya, karena melihat rilis hasil survei dari lembaga survei sebanyak 1,05 persen.

Selain itu, tingginya anomali pemilih bimbang juga disebabkan karena faktor bantuan sosial dari pemerintah dan adanya intervensi dari pihak aparat.

Ratno mengatakan, responden yang menyatakan diberi bantuan sosial berkisar 1,05 persen. Sedangkan responden yang mengaku ditekan aparat Polisi dan pejabat pemerintahan mencapai 0,35 persen.

Ratno merinci, anomali perilaku pemilih bimbang khususnya terjadi di Jawa Timur yang menjadi lumbung suara PDI Perjuangan maupun Ganjar Pranowo sebagai capres nomor urut 3.

Wilayah tersebut meliputi, Blitar (85 persen), Kediri (40 persen), Kota Madiun (43,3 persen), Pacitan (24 persen), Kota Malang (22,9 persen), Kota Batu (32,5 persen), Mojokerto (55 persen), Jombang (67,5 persen), Bondowoso (70 persen), dan Probolinggo (43,8 persen).

Dari deretan faktor tersebut, Indopol pun akhirnya tak merilis temuan karena tidak merepresentasikan peta elektabilitas di lapangan.

"Kami tidak melakukan rilis elektabilitas baik capres-cawapres maupun pertai politik karena ada dugaan anomali perilaku pemilih," jelas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Bongkar Dugaan Pemerasan SYL, KPK Hadirkan Dirjen Perkebunan Kementan Jadi Saksi

Bongkar Dugaan Pemerasan SYL, KPK Hadirkan Dirjen Perkebunan Kementan Jadi Saksi

Nasional
Tiga Menteri Koordinasi untuk Tindak Gim Daring Mengandung Kekerasan

Tiga Menteri Koordinasi untuk Tindak Gim Daring Mengandung Kekerasan

Nasional
Gugat KPK, Indra Iskandar Persoalkan Status Tersangka Korupsi Pengadaan Kelengkapan Rumah Jabatan DPR

Gugat KPK, Indra Iskandar Persoalkan Status Tersangka Korupsi Pengadaan Kelengkapan Rumah Jabatan DPR

Nasional
Momen Presiden Jokowi Jamu Santap Malam dengan Delegasi KTT WWF Ke-10 di GWK

Momen Presiden Jokowi Jamu Santap Malam dengan Delegasi KTT WWF Ke-10 di GWK

Nasional
Sudah Diingatkan Malu kalau Kalah, Anies Tetap Pertimbangkan Serius Pilkada DKI Jakarta

Sudah Diingatkan Malu kalau Kalah, Anies Tetap Pertimbangkan Serius Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Kejanggalan Kematian Prajurit Marinir Lettu Eko Ketika Bertugas di Papua...

Kejanggalan Kematian Prajurit Marinir Lettu Eko Ketika Bertugas di Papua...

Nasional
Gugatan Praperadilan Sekjen DPR Lawan KPK Digelar 27 Mei 2024

Gugatan Praperadilan Sekjen DPR Lawan KPK Digelar 27 Mei 2024

Nasional
Penambahan Jumlah Kementerian dan Hak Prerogatif Presiden

Penambahan Jumlah Kementerian dan Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Saat Anies 'Dipalak' Bocil yang Minta Lapangan Bola di Muara Baru...

Saat Anies "Dipalak" Bocil yang Minta Lapangan Bola di Muara Baru...

Nasional
Anies Kini Blak-blakan Serius Maju Pilkada Jakarta, Siapa Mau Dukung?

Anies Kini Blak-blakan Serius Maju Pilkada Jakarta, Siapa Mau Dukung?

Nasional
Persoalkan Penetapan Tersangka, Gus Muhdlor Kembali Gugat KPK

Persoalkan Penetapan Tersangka, Gus Muhdlor Kembali Gugat KPK

Nasional
Kepada Warga Jakarta, Anies: Rindu Saya, Enggak? Saya Juga Kangen, Pengin Balik ke Sini...

Kepada Warga Jakarta, Anies: Rindu Saya, Enggak? Saya Juga Kangen, Pengin Balik ke Sini...

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Titip 4 Nama ke Kabinet Prabowo | Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

[POPULER NASIONAL] Jokowi Titip 4 Nama ke Kabinet Prabowo | Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

Nasional
Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Nasional
ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com