Kedua, kita bersikap kepada orang atau situasi tersebut seakan-akan ramalan atau keyakinan kita benar; Ketiga, karena kita bersikap demikian (seakan-akan keyakinan kita benar), ia menjadi kenyataan.
Keempat, kita mengamati efek pilihan kita terhadap seseorang atau akibat terhadap situasi, dan apa yang kita saksikan memperkuat keyakinan.
Karena itu, apa pun dalihnya, bias/kecenderungan umum ini sebetulnya sangat powerfull memengaruhi kecenderungan pemilih.
Lembaga survei bisa berkilah bahwa dalam model pemilu seperti ini, banyak pelaku yang terlibat – yang secara pasti memiliki pandangan berbeda-beda. Masyarakat bisa saja tidak setuju dengan hasil survei.
Namun demikian, keragaman pandangan tersebut pada dasarnya bisa disederhanakan dengan mengasumsikan bahwa banyak dari bias individual saling menghilangkan (apalagi jika pandangan yang berbeda itu merupakan pandangan minoritas), untuk kemudian menyisakan apa yang dinamakan sebagai “bias umum (prevailing bias)”.
Bias umum inilah yang manjadi bahan baku terbentuknya “kecenderungan dasar umum”.
Dalam model pemilu, distorsi bekerja melahirkan pandangan/bias umum dan kecenderungan dasar pemilih, kemudian saling bertinteraksi melalui dua fungsi, yakni fungsi partisipatif dan fungsi kognitif.
Bias umum memengaruhi persepsi pemilih melalui fungsi kognitif (memengaruhi pikiran pemilih); dan kemudian pilihan yang didasari persepsi itu memengaruhi peristiwa/hasil pemilu melalui fungsi partisipatif (tindakan pada saat pemilih mencoblos di TPS sesuai kecenderungan umum yang mereka pikirkan).
Di sini, terjadi suatu pola hubungan refleksif yang bersifat timbal balik (resiprokal) di mana nilai relatif calon ditentukan oleh dua faktor. Pertama, kecenderungan pemilih dan kedua, bias umum.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.