JAKARTA, KOMPAS.com - Putusan hukuman mati untuk mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Ferdy Sambo menjadi salah satu isu yang menjadi sorotan masyarakat di tahun 2023 ini.
Mantan jenderal bintang 2 Polri tersebut divonis hukuman mati karena terbukti bersalah dalam kasus pembunuhan berencana ajudannya sendiri, Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.
Bukan hanya Sambo saja yang terlibat dalam kasus ini.
Istri Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer atau Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan sopir keluarga Sambo, Kuat Ma’ruf, juga turut terlibat dalam kasus ini. Kini, semuanya sudah menjadi terpidana.
Namun, Sambo menjadi satu-satunya yang mendapat vonis hukuman mati. Namun, belakangan, vonis mati itu dianulir hakim agung.
Pada Jumat (8/7/2022) lalu, Brigadir J tewas di rumah dinas atasannya di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Saat awal kabar ini beredar, nyawa Brigadir J disebut-sebut melayang setelah ditembak oleh ajudan Ferdy Sambo lainnya, Bharada E.
Kabarnya, Brigadir J melakukan pelecehan terhadap Putri Candrawathi di rumah dinas Kompleks Polri Duren Tiga. Peristiwa itu nyaris ketahuan oleh Bharada E yang kebetulan juga berada di rumah tersebut.
Baca juga: Komnas HAM: Dengan Kekuasaannya, Ferdy Sambo Merasa Bisa Rekayasa Kematian Brigadir J
Sekonyong-konyong, Brigadir J menembakkan pistolnya ke arah Bharada E. Bharada E yang sedianya tengah mencari tahu ada kejadian apa, seketika membalas tembakan Brigadir J.
Akhirnya, terjadi aksi saling tembak antara dua ajudan Ferdy Sambo tersebut, berujung pada tewasnya Brigadir J.
Namun, cerita itu hanya karangan Sambo. Faktanya, tak ada peristiwa saling tembak, melainkan Brigadir J yang tewas karena sengaja ditembak.
Selama satu bulan lamanya skenario palsu kasus kematian Brigadir J beredar di publik. Ferdy Sambo baru ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J pada 9 Agustus 2022.
Saat itu, terungkap pula bahwa Sambo merupakan sosok yang mengarang cerita tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung pada tewasnya Brigadir J.
“Timsus (tim khusus) sudah menetapkan saudara FS sebagai tersangka," kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (9/8/2022).
Skenario palsu Sambo dibongkar oleh Bharada E yang saat itu lebih dulu menjadi tersangka pembunuhan berencana. Bharada E menyebut, tak ada pelecehan yang dilakukan Brigadir J terhadap Putri Candrawathi.
Baca juga: Kebohongan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Kelabuhi Para Perwira Polisi...
Peristiwa sebenarnya, ia diperintahkan oleh Sambo untuk menembak Brigadir J di rumah dinas Kompleks Polri Duren Tiga, Jumat, 8 Juli 2022 sore. Merasa tak punya pilihan, Bharada E menembak Brigadir J dalam jarak dekat sebanyak empat sampai lima kali.
Seketika Brigadir J tersungkur ke lantai bersimbah darah, namun masih bergerak dan mengerang kesakitan. Saat itulah, Sambo mengambil pistol dan turut melepaskan tembakan ke arah Brigadir J hingga membuat brigadir polisi itu kehilangan nyawa.
Setelahnya, Sambo menembakkan pistol ke dinding-dinding rumah, untuk menciptakan narasi tembak menembak antara Bharada E dan Brigadir J.
Ferdy Sambo divonis hukuman mati dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menilai, Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
Baca juga: Ferdy Sambo dkk Dipindahkan ke Lapas Cibinong dari Salemba
"Menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan yang menyebabkan sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya,” ujar Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).
"Menjatuhkan terdakwa dengan pidana mati," ucapnya melanjutkan.
Ferdy Sambo yang berdiri dipersilakan duduk oleh hakim ketua jelang pembacaan vonis terhadap dirinya.
Dia tampak tenang dan diam, tangannya mengatup dan kepalanya tetap tegak.
Sambo sempat menggerakkan kakinya, tetapi tetap fokus mendengarkan pernyataan dari hakim. Tatapan matanya pun tampak tajam.
Baca juga: Divonis Mati, Ferdy Sambo Dinilai Coreng Institusi Polri
Setelah sidang dinyatakan ditutup, Ferdy Sambo langsung berjalan ke arah tim penasehat hukumnya dan tampak melakukan percakapan singkat. Tak ada ekspresi tertekan yang terlihat dari sosok Ferdy Sambo.
Tak lama kemudian, Sambo meninggalkan ruang sidang. Dia bungkam saat dicecar pertanyaan oleh awak media sembari mengenakan rompi tahanannya.
Pada Agustus 2023, Ferdy Sambo batal divonis mati dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Mahkamah Agung (MA) menganulir hukuman mantan jenderal bintang dua Polri itu menjadi penjara seumur hidup.
Dalam putusannya, Majelis Hakim MA mempertimbangkan bahwa Sambo telah mengakui kesalahannya.
“Terdakwa juga tegas mengakui kesalahannya dan siap bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan,” demikian pertimbangan hakim dalam salinan putusan yang diterima Kompas.com, Senin (28/8/2023).
Baca juga: Pakar Heran MA Batalkan Vonis Mati Ferdy Sambo karena Dianggap Berjasa ke Negara
Menurut hakim, Sambo memang terbukti bersalah karena memerintahkan Bharada E menembak Brigadir J.
Namun, hal itu dipicu oleh peristiwa di Magelang, Jawa Tengah. Peristiwa di Magelang tersebut disebut mengguncang jiwa Sambo karena menyangkut harkat dan martabat serta harga diri keluarga, sehingga ia marah besar kepada Brigadir J.
Meski tak dapat dibuktikan peristiwa apa yang sesungguhnya terjadi di Magelang, menurut hakim, hal itu tak dapat menghilangkan perbuatan pidana Sambo.
“Hal tersebut tetap dipertimbangkan dalam menjatuhkan pidana yang adil bagi trdakwa dilihat dari segi alasan mengapa terdakwa melakukan tindak pidana karena telah menjadi fakta hukum di persidangan,” bunyi pertimbangan hakim.
Tak hanya itu, hakim juga mempertimbangkan karier Sambo di kepolisian selama 30 tahun.
“Karena bagaimanapun terdakwa saat menjabat sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan jabatan terakhir sebagai Kadiv Propam pernah berjasa kepada negara dengan berkontribusi ikut menjaga ketertiban dan keamanan serta menegakkan hukum di Tanah Air,” demikian pertimbangan hakim.
"Bahwa dengan pertimbangan tersebut, dihubungkan dengan keseluruhan fakta hukum perkara a quo, maka demi asas kepastian hukum yang berkeadilan serta proporsionalitas dalam pemidanaan, terhadap pidana mati yang telah dijatuhkan judex facti kepada terdakwa perlu diperbaiki menjadi pidana penjara seumur hidup,” lanjut hakim.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho menilai, alasan Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) meringankan hukuman Ferdy Sambo dari vonis mati menjadi pidana penjara seumur hidup tak masuk akal.
Dalam pertimbangannya, hakim mengurangi hukuman Sambo karena mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri itu dinilai berjasa mengabdi selama puluhan tahun di institusi Bhayangkara.
“Menurut saya tidak masuk akal alasannya pengabdian Ferdy Sambo 30 tahun,” kata Hibnu kepada Kompas.com, Selasa (29/8/2023).
Baca juga: Alasan MA Pangkas Vonis Hukuman Ferdy Sambo dkk
Menurut Hibnu, pertimbangan Hakim MA tersebut tak relevan dengan tindak pidana yang diperbuat oleh Sambo.
Sambo terbukti menjadi otak dari pembunuhan berencana terhadap anak buahnya sendiri, Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Kejahatan itu dianggap tak berhubungan dengan statusnya sebagai perwira tinggi Polri.
Memang, kata Hibnu, dalam hukum, dikenal istilah delik propia yang merujuk pada kejahatan terkait jabatan yang diemban oleh pelaku. Namun, situasi ini tak tergambar dalam kasus Sambo.
“Ini kan tidak, ini kan pembunuhan berencana, bukan delik jabatan, bukan delik propia, ini adalah pembunuhan yang dilakukan seorang jendral kepada anak buahnya. Artinya kan tidak ada tupoksi membunuh anak buah, enggak relevan,” jelas Hibnu.
Sementara, terkait pertimbangan hakim yang menyebut bahwa Sambo sudah mengakui perbuatannya dan siap bertanggung jawab, Hibnu juga tak setuju.
Menurut dia, pengakuan atas kesalahan dan kemauan untuk bertanggung jawab merupakan keharusan pelaku tindak pidana, sehingga tak bisa digunakan sebagai dalih meringankan hukuman.
“Harus bertanggung jawab atas perbuatannya, hal yang umum yang tidak perlu dibuktikan,” ujar Hibnu.
Hibnu pun yakin, ke depan, Sambo dan tiga pelaku lainnya dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Yosua masih akan berupaya mencari keringanan hukuman. Para terpidana dapat mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
Lewat upaya hukum tersebut, hanya ada dua kemungkinan, yakni, hukuman tetap sama, atau diringankan. Lewat PK, hukuman seorang terpidana tak mungkin dianulir menjadi lebih berat.
“Ibaratnya gambling pun juga bisa dikabulkan, jadi siapa tahu ada angin segar, pasti mengajukan PK,” tutur Hibnu.
Samuel Hutabarat, ayah dari Brigadir J, mengaku sangat terkejut dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang menganulir hukuman mati Ferdy Sambo menjadi penjara seumur hidup.
Samuel juga mengaku kaget MA memangkas hukuman tiga pelaku pembunuhan berencana Brigadir J lainnya, yakni Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf.
“Saya sangat terkejut, ibarat disambar petir di siang bolong karena sangat mengejutkan sekali bahwa ada keputusan keputusan Mahkamah Agung tentang kasasi Ferdy Sambo dan lainnya,” kata Samuel dalam Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Rabu (9/8/2023).
Samuel mengaku tak tahu-menahu tentang proses kasasi yang berjalan di MA. Katanya, ia dan keluarga baru mengetahui putusan tersebut pada Selasa (8/8/2023) sore, itu pun setelah dihubungi awak media.
Baca juga: Singgung Kasus Ferdy Sambo, Megawati: Ke Mana Perikemanusiaan dan Moral Polisi?
Tak seperti proses hukum sebelumnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, menurut Samuel, proses kasasi di MA tak berjalan transparan.
Saat Ferdy Sambo dkk diadili di PN Jaksel, Samuel mengaku, dirinya dan keluarga selalu mendapat informasi tentang jadwal persidangan beberapa hari sebelumnya. Begitupun dengan proses banding di PT DKI Jakarta.
Namun, tidak demikian dengan proses hukum di MA. Padahal, Samuel mengatakan, dirinya ingin mengetahui alasan hakim memberikan diskon hukuman ke para pelaku pembunuhan putranya.
“Di Mahkamah Agung ini kita ibarat petir di siang bolong, tidak ada angin, tidak ada hujan, ada petir. Artinya, begitu ada keputusan langsung diomongkan, bagaimana kita mengetahui secara transparan?” ujarnya.
Samuel dan keluarga pun merasa kecewa dengan putusan MA. Dia menilai, seharusnya, hukuman para pelaku pembunuhan Yosua tak dikurangi.
“Itulah yang membuat kami sangat kecewa,” tutur Samuel.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.