Glorifikasi dalam konteks ini tidak saja pada urusan politik atau pilpres, karena bisa mencakup tokoh publik atau figur publik yang awalnya dipandang sangat positif, tetapi kemudian publik dihadapkan pada kekecewaan.
Misalnya, sejumlah tokoh atau selebriti yang memiliki reputasi tinggi karena publikasi berlebihan atau cenderung di-glorifikasi, kemudian mengalami perubahan persepsi setelah terungkapnya sejumlah skandal atau perilaku kontroversial mereka.
Semua tentu mengajarkan bahwa sesuatu biarlah sewajarnya, kampanye politik memang membuka ruang untuk membesar-besarkan sesuatu, menarik simpati dan dukungan publik, tapi jangan pula kebablasan, sehingga kesalahan yang dilakukan oleh yang didukung pun dicari pembenarannya.
Glorifikasi yang terlihat sejauh ini, terutama dalam merespons dan mengkapitalisasi secara berlebihan hasil debat pilpres dengan format yang sejatinya tak memungkinkan untuk dilakukan eksplanasi gagasan para kandidat secara memadai.
Tentu saja membuka peluang besar bagi terpilihnya calon pemimpin yang tak seindah kemasannya, alias mengecewakan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.