JAKARTA, KOMPAS.com - Pembenahan tata kelola partai politik (parpol) menjadi salah satu isu yang muncul dalam debat perdana calon presiden (capres) yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU), Selasa (12/12/2023) malam.
Mula-mula, capres nomor urut 1, Anies Baswedan, menyampaikan pandangannya. Anies bilang, persoalan demokrasi di Indonesia tak hanya berkutat di parpol, tapi, lebih luas lagi, adanya rasa tidak percaya publik terhadap proses demokrasi.
“Ketika kita bicara demokrasi, minimal ada tiga. Satu, adalah adanya kebebasan berbicara,” kata Anies.
“Yang kedua, adanya oposisi yang bebas untuk mengkritik pemerintah dan menjadi penyeimbang pemerintah. Yang ketiga, adanya proses pemilu, proses pilpres yang netral, yang transparan, jujur, adil,” tuturnya.
Anies mengatakan, belakangan ini, terjadi penurunan kebebasan berbicara, termasuk kesempatan untuk mengkritik partai politik. Sejalan dengan itu, menurutnya, angka indeks demokrasi menurun.
Baca juga: Survei Litbang Kompas: Elektabilitas Mayoritas Parpol Pendukung Prabowo-Gibran Naik
Bahkan, ada sejumlah pasal dalam peraturan perundang-undangan yang bersifat karet, sehingga bisa menjerat seorang pengkritik.
“Misalnya UU ITE (Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik), atau Pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 (UU tentang Peraturan Hukum Pidana), itu semua membuat kebebasan berbicara menjadi terganggu,” ujarnya.
Anies lantas menyinggung minimnya partai politik yang bertindak sebagai oposisi pemerintah. Menurutnya, ini menjadi ujian netralitas penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil.
Untuk membenahi ini, Anies menawarkan solusi berupa penyertaan negara dalam pembiayaan partai politik. Menurutnya, parpol perlu biaya yang besar untuk operasional dan kampanye.
Sementara, persoalan ini tidak pernah diperhatikan negara. Anies menilai, sudah saatnya pembiayaan politik dihitung dengan benar dan transparan, sehingga rakyat dapat turut memantau.
“Jadi, salah satu reform-nya adalah reform pembiayaan politik oleh partai politik,” kata Anies.
Baca juga: Survei Litbang Kompas: 43,9 Persen Responden Bisa Ubah Pilihan Parpol, 17,3 Persen Masih Bimbang
Menanggapi ini, capres nomor urut 2, Prabowo Subinto, menilai bahwa Anies menyampaikan pandangan berlebihan.
Ketua Umum Partai Gerindra itu menyinggung kontestasi Pilkada DKI Jakarta 2017, di mana saat itu partainya berhasil mengantarkan Anies sebagai Gubernur DKI. Padahal, ketika itu, Gerindra merupakan oposisi pemerintah.
“Mas Anies.. Mas Anies.. Saya berpendapat Mas Anies ini agak berlebihan. Mas Anies mengeluh tentang demokrasi ini, dan itu, dan ini. Mas Anies dipilih jadi Gubernur DKI menghadapi pemerintah yang berkuasa. Saya yang mengusung Bapak,” kata Prabowo.
Menurut Prabowo, jika demokrasi di Indonesia tak berjalan, tidak mungkin ketika itu Anies, yang diusung oleh Gerindra sebagai oposisi pemerintah, terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta.