Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Busyro Muqoddas Duga Pengusaha Hitam Ikut Andil dalam Pelemahan KPK

Kompas.com - 04/12/2023, 21:11 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas menduga ada peran para konglomerat hitam di balik layar terkait pelemahan dan persoalan yang membelit lembaga itu usai revisi undang-undang.

Busyro mengatakan, KPK pada masa kepemimpinannya selalu menjaga kebijakan pencegahan dan penindakan berjalan beriringan sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat.

Hal itu dibuktikan dengan jumlah laporan masyarakat terhadap dugaan tindak pidana korupsi seperti suap, dan data itu benar-benar valid.

Hal itu, kata Busyro yang menjabat sebagai komisioner KPK pada 2010 sampai 2014, memperlihatkan tingkat kepercayaan masyarakat pada saat itu ke KPK sangat tinggi.

Baca juga: Janji Kembalikan Independensi KPK, Muhaimin: Begitu Jadi Presiden Keluarkan Perppu

Busyro mengatakan, pada sisi lain ketika KPK melakukan strategi pencegahan dan penindakan secara integratif dan ofensif, maka hal itu merugikan para pengusaha yang kerap melakukan tindak pidana rasuah pada sektor perizinan.

"Sehingga banyak yang berkesimpulan, termasuk saya, revisi Undang-Undang KPK yang baru itu juga dilatarbelakangi oleh kepentingan-kepentingan pemodal-pemodal yang masih nyaman bermain di wilayah-wilayah hitam. Wilayah sogok, wilayah sertifikasi dan seterusnya," kata Busyro melalui webinar dalam diskusi Senja Kala Penguatan KPK yang diselenggarakan Transparency International Indonesia (TII) di Jakarta, Senin (4/12/2023).

Busyro juga mengatakan, kepemimpinan KPK saat ini adalah produk kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi), mulai dari tahap seleksi.

"Karena pansel (panitia seleksi)-nya dari sana. Terpilihnya Firli Bahuri yang jadi masalah, sekarang jadi tersangka, itu juga menggambarkan produk KPK melalui pansel-pansel yang tidak transparan itu menghasilkan KPK yang seperti sekarang ini," ucap Busyro.

Baca juga: Kapolri Datangi KPK, Disambut Nawawi Pomolango

Busyro juga menduga ada negosiasi yang terjadi sehingga Firli yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan pemerasan oleh penyidik Polda Metro Jaya sampai saat ini tak kunjung ditahan.

"Sayang belum ditahan oleh Polda Metro Jaya. Di balik belum ditahan itu mungkin ada pengaruh-pengaruh payung politik sekitar Monas, sekitar Stasiun Gambir," ujar Busyro yang juga menjabat Ketua Bidang Hukum Pengurus Pusat Muhammadiyah.

Seperti diberitakan sebelumnya, saat ini KPK tengah menjadi sorotan karena Firli Bahuri yang sebelumnya menjabat sebagai ketua diberhentikan sementara karena ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya terkait dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

Baca juga: KPK dan Polri Teken Kerja Sama Koordinasi dan Supervisi


Selain itu, mantan Ketua KPK Agus Rahardjo pekan lalu juga membuat testimoni terkait proses penanganan kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).

Agus dalam program Rosi di Kompas TV mengatakan, Presiden Jokowi sempat memanggilnya ke Istana Kepresidenan. Saat itu, kata Agus, Jokowi murka serta memintanya untuk menghentikan penyidikan terhadap Setya Novanto yang ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Juli 2017.

Pada saat itu Setya Novanto merupakan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sekaligus politikus Partai Golkar yang merupakan partai koalisi pendukung pemerintah.

Akan tetapi, Agus saat itu mengatakan, KPK tidak bisa menghentikan penyidikan karena tidak mempunyai kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Baca juga: Besok, Dewas KPK Panggil Firli Lagi Terkait Dugaan Pelanggaran Etik Memeras SYL

Agus mengatakan, setelah itu hubungan KPK dan Presiden Jokowi renggang. Dia menduga hal itu menjadi salah satu pemicu dilakukannya revisi UU KPK.

Meski begitu, Menteri Sekretaris Negara Pratikno membantah pernah terjadi pertemuan antara Jokowi dan Agus membahas persoalan Novanto.

Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana juga membantah Presiden Jokowi melakukan intervensi dalam kasus Novanto. Sebab kasus Novanto tetap berjalan dan divonis 15 tahun penjara terkait kasus korupsi e-KTP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com